Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan (Jaksel) menolak gugatan praperadilan yang diajukan oleh pemohon atau tersangka NP untuk seluruhnya melalui putusan PN Jaksel dengan nomor perkara 21/Pid.Pra/2021/PN.Jkt.Sel di Jakarta (Rabu, 17/3).
Dalam permohonannya, tersangka NP menggugat Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Direktorat Penegakan Hukum Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Tersangka NP menyatakan bahwa proses penyidikan dan penetapan dirinya sebagai tersangka bertentangan dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), belum ada bukti permulaan yang cukup, dan pajak yang kurang dibayar menurut pemohon telah dilunasi.
Dalam proses persidangan, sebagai termohon, PPNS Direktorat Penegakan Hukum DJP menerangkan bahwa penetapan tersangka dan bukti yang menjadi dasar pelaksanaan penyidikan yang dilakukan oleh PPNS Direktorat Penegakan Hukum DJP telah sesuai dengan prosedur dan berkas perkara atas tersangka NP telah dinyatakan lengkap oleh Jaksa Penuntut Umum dengan Nomor B-18/F.3/Ft.2/07/2020 tanggal 9 Juli 2020. Hal ini juga didukung dengan alat bukti berupa surat-surat terkait serta keterangan ahli.
Berdasarkan hal tersebut dan menurut pertimbangan hukum, hakim PN Jaksel menyatakan bahwa proses penyidikan dan penetapan tersangka atas pemohon NP telah sesuai dengan wewenang dan prosedur berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta telah didasari dengan minimal dua alat bukti yang sah. Dengan ditolaknya gugatan praperadilan yang diajukan, proses penegakan hukum pajak atas tersangka NP terus dilanjutkan.
Dalam perkara ini, tersangka NP melalui PT VIU disangkakan telah melakukan tindak pidana perpajakan berupa penerbitan faktur pajak fiktif berdasarkan Pasal 39A jo. Pasal 43 ayat (1) Undang-Undang (UU) Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Perbuatan tersangka tersebut dapat diancam dengan hukuman pidana penjara paling singkat dua tahun dan paling lama enam tahun serta denda paling sedikit dua kali dan paling banyak empat kali dari jumlah pajak yang seharusnya dibayar. Akibat perbuatan tersangka, negara dirugikan sebesar Rp3,02 miliar.
Sebagai pengumpul 70% dari total penerimaan negara, DJP tidak hanya memberikan pelayanan terbaik kepada wajib pajak, tetapi juga melakukan pengawasan atas kepatuhan wajib pajak serta penegakan hukum baik berupa tindakan pemeriksaan, penagihan, maupun penyidikan pajak. DJP terus mengimbau wajib pajak agar memenuhi semua kewajiban perpajakan baik menghitung, menyetor, dan melaporkan pajak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.
- 89 kali dilihat