Pengertian
Exchange of information on request (EOIR) merupakan alat penting bagi otoritas perpajakan di seluruh dunia untuk memastikan bahwa semua Wajib Pajak telah membayar pajak dengan jumlah yang benar. Dengan mekanisme EOIR, suatu yurisdiksi dapat mengajukan permintaan khusus kepada yurisdiksi lain dan sebaliknya, untuk memperoleh informasi terkait Wajib Pajak yurisdiksi yang bersangkutan. EOIR dapat digunakan untuk memperoleh informasi antara lain terkait perbankan, akuntansi, maupun kepemilikan.
Indonesia memiliki jaringan EOI yang luas melalui Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B), Tax Information Exchange Agreements (TIEA), dan Convention on Mutual Administrative Assistance in Tax Matters (the Multilateral Convention).
Pengajuan EOIR
Melalui Pos
Direktur Perpajakan Internasional, Direktorat Jenderal Pajak, Gedung Mar'ie Muhammad Lantai 26, Jalan Gatot Subroto No.40-42, Jakarta, 12190 PO BOX 124.
Melalui Email
Salinan permohonan EOIR dapat dikirimkan melalui email: eoi@pajak.go.id. Untuk memastikan kerahasiaannya, permohonan EOIR harus dienkripsi dan pemberian kata sandi dilakukan dalam email terpisah. (Dokumen asli harap dapat dikirim).
Proses Pertukaran Informasi berdasarkan Permintaan
- Proses EOIR ke Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra (EOIR Outbound)
Dalam hal petugas pajak membutuhkan informasi yang diduga berada di Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra, petugas pajak dapat melakukan permintaan pertukaran informasi ke Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra melalui Direktur Perpajakan Internasional selaku Competent Authority (CA) atau Pejabat yang berwenang di Indonesia.
Adapun proses pengiriman EOIR ke Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra (EOIR Outbound) adalah sebagai berikut:
- Unit kerja dapat mengirimkan usulan EOIR kepada Direktur Perpajakan Internasional.
- Pelaksana Subdit Pertukaran Informasi Perpajakan Internasional (PIPI) akan memastikan kriteria-kriteria sebagai berikut:
- Adanya perjanjian internasional yang mengatur antara Indonesia dengan Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra tentang pertukaran informasi.
- Terdapat relevansi antara informasi yang diminta dengan pemeriksaan/pengawasan yang sedang dilakukan.
- Telah dilakukan pencarian informasi di Indonesia akan tetapi informasi tersebut tidak dapat ditemukan.
- Setelah semua kriteria di atas terpenuhi, pelaksana Subdit PIPI selanjutnya akan menerjemahkan usulan EOIR dari unit kerja dan mengirimkan usulan tersebut ke Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra.
- Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra akan memberikan tanggapan kepada CA Indonesia dan selanjutnya pelaksana Subdit PIPI akan menerjemahkan terlebih dahulu ke Bahasa Indonesia kemudian mengirimkan ke unit kerja pengusul.
- Proses EOIR dari Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra (EOIR Inbound)
Selain melakukan EOIR Outbound, Indonesia juga menerima EOIR dari Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra (EOIR Inbound). Adapun proses EOIR Inbound adalah sebagai berikut:
- Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra akan mengirimkan EOIR ke Indonesia melalui Direktur Perpajakan Internasional.
- EOIR Inbound tersebut akan didisposisi ke pelaksana Subdit PIPI untuk memastikan EOIR Inbound tersebut telah memenuhi kriteria yang dipersyaratkan dalam perjanjian internasional.
- Dalam hal EOIR Inbound dianggap belum memenuhi kriteria yang dipersyaratkan di perjanjian internasional, pelaksana Subdit PIPI akan Meminta klarifikasi ke Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra dalam hal
- Dalam hal EOIR Inbound telah memenuhi kriteria yang dipersyaratkan di perjanjian internasional, pelaksana Subdit PIPI dapat melakukan hal-hal sebagai berikut:
- melakukan pencarian dan pengumpulan informasi di basis data internal;
- melakukan pemberitahuan kepada lembaga keuangan untuk meminta informasi perbankan; dan
- mengirimkan ke unit kerja di Lingkungan DJP untuk mendapatkan dokumentasi dari pihak ketiga dan/atau Wajib Pajak.
- Setelah memeperoleh jawaban, pelaksana Subdit PIPI menyiapkan tanggapan dan setelah mendapat persetujuan dari Direktur Perpajakan Internasional mengirimkannya ke Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra.
IBK
Permintaan IBK
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2017 (Perpu 1 Tahun 2017) tentang Akses Informasi Keuangan Untuk Kepentingan Perpajakan yang telah ditetapkan menjadi undangan-undang melalui Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2017 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan Untuk Kepentingan Perpajakan Menjadi Undang-Undang, membuka akses yang luas bagi Direktorat Jenderal Pajak (DJP) selaku otoritas perpajakan di Indonesia untuk menerima dan memperoleh informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan.
Akses informasi keuangan ini diperlukan oleh DJP dalam upaya memenuhi target penerimaan pajak sebagai sumber utama penerimaan negara untuk mendanai program-program pembangunan nasional, yang bertujuan menyejahterakan dan memakmurkan seluruh rakyat Indonesia secara merata dan berkeadilan. Selain itu, akses informasi keuangan juga menjadi wujud pemenuhan komitmen keikutsertaan Indonesia dalam mengimplementasikan pertukaran informasi keuangan berdasarkan perjanjian internasional di bidang perpajakan.
Perpu 1 Tahun 2017 memberikan kewenangan kepada DJP untuk mendapatkan akses informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan dari:
- Lembaga Jasa Keuangan (LJK) yang melaksanakan kegiatan di sektor perbankan, pasar modal, dan perasuransian;
- Lembaga Jasa Keuangan Lainnya (LJK Lainnya); dan/atau
- Entitas Lain yang dikategorikan sebagai lembaga keuangan sesuai standar pertukaran informasi keuangan berdasarkan perjanjian internasional di bidang perpajakan.
Dalam melaksanakan ketentuan dalam Perpu 1 Tahun 2017 ini, kewajiban merahasiakan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan lain yang mengikat LJK, LJK Lainnya, dan/atau Entitas Lain menjadi tidak berlaku.
LJK, LJK Lainnya, dan/atau Entitas Lain memiliki kewajiban untuk menyampaikan laporan secara periodik atas informasi keuangan yang dikelola untuk periode satu tahun kalender kepada DJP, serta wajib memberikan Informasi, Bukti, dan/atau Keterangan (IBK) dalam hal diminta oleh DJP, dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan dan pelaksanaan perjanjian internasional di bidang perpajakan.
Lebih lanjut, petunjuk pelaksanaan teknis pemberian IBK diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 70/PMK.03/2017 tentang Petunjuk Teknis Mengenai Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan, dimana DJP berwenang untuk mendapatkan akses informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan dari LJK, LJK Lainnya, dan/atau Entitas Lain baik kantor pusat, kantor cabang, maupun unit yang mengelola IBK dimaksud.
DJP dapat menyampaikan permintaan IBK kepada LJK, LJK Lainnya, dan/atau Entitas Lain melalui penyampaian surat permintaan IBK yang paling sedikit harus memuat:
- rincian IBK yang diminta;
- format dan cara pemberian IBK yang diminta; dan
- alasan dilakukannya permintaan IBK tersebut.
Selanjutnya, LJK, LJK Lainnya, dan/atau Entitas Lain yang menerima permintaan IBK tersebut, wajib memberikan IBK yang diminta paling lama 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal diterimanya surat permintaan IBK.
- 614 kali dilihat