definisi

Dalam Perpajakan tidak diatur definisi peneliti, sehingga definisi peneliti yang tercantum dalam Peraturan Perpajakan mengikuti definsi peneliti sebagaimana yang dimaksud dalam Peraturan Kepala LIPI Nomor 06/E/2013. Peneliti ialah insan yang memiliki kepakaran yang diakui dalam suatu bidang keilmuan. Tugas utamanya ialah melakukan penelitian ilmiah dalam rangka pencarian kebenaran ilmiah. Pengertian peneliti menurut Peraturan Kepala LIPI Nomor 06/E/2013 tentang Kode Etika Peneliti adalah:

  1. Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak secara penuh oleh pejabat berwenang untuk melakukan penelitian dan/atau pengembangan iptek pada satuan organisasi penelitian dan pengembangan (litbang) instansi pemerintah;
  2. pegawai yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak secara penuh oleh pejabat berwenang untuk melakukan penelitian dan/atau pengembangan iptek pada satuan organisasi penelitian dan pengembangan (litbang) non pemerintah.

Berdasarkan definisi tersebut peneliti adalah:

  1. Pegawai Tetap
    Pegawai tetap adalah pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan dalam jumlah tertentu secara teratur termasuk anggota dewan komisaris dan anggota dewan pengawas, serta pegawai yang bekerja berdasarkan kontrak untuk suatu jangka waktu tertentu yang menerima atau memperoleh penghasilan dalam jumlah tertentu secara teratur termasuk PNS Maupun Non-PNS.
  2. Bukan Pegawai
    Penerimaan penghasilan Bukan Pegawai adalah orang pribadi selain Pegawai Tetap dan Pegawai Tidak Tetap/Tenaga Kerja Lepas yang memperoleh penghasilan dengan nama dan dalam bentuk apapun dari pemotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 sebagai imbalan jasa yang dilakukan berdasarkan perintah atau permintaan dari pemberi penghasilan.

 

dasar hukum

  1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan;
  2. Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2010 Tarif Pemotongan dan Pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Penghasilan yang Menjadi Beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;
  3. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu;
  4. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 252/PMK.03/2008 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan Pajak atas Penghasilan Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi;
  5. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 262/PMK.03/2010 tentang Tata Cara Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 Bagi Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI, Anggota Polri, dan Pensiunannya atas Penghasilan yang Menjadi Beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
  6. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-17/PJ/2015 tentang Norma Penghitungan Penghasilan Neto;
  7. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-16/PJ/2016 tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi.

 

objek

  1. Penghasilan yang Diterima oleh Peneliti berstatus PNS
    • Atas penghasilan yang diterima oleh Peneliti yang berstatus sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) berupa honorarium atau imbalan lain dengan nama apa pun yang menjadi beban APBN atau APBD merupakan Objek Pajak Penghasilan Pasal 21 yang bersifat final, dipotong/pungut oleh bendahara, dan tidak dapat dikreditkan;
    • Atas penghasilan tetap dan teratur setiap bulan yang menjadi beban APBN atau APBD merupakan Objek Pajak Penghasilan Pasal 21 dan ditanggung oleh Pemerintah.
  2. Penghasilan yang diterima oleh peneliti berstatus Pegawai Tetap non-PNS
    • Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai tetap, baik berupa penghasilan yang bersifat teratur maupun tidak teratur merupakan Objek Pajak Penghasilan Tahunan Wajib Pajak Orang Pribadi yang dapat dikreditkan dan dipotong/pungut oleh pemberi kerja.
  3. Penghasilan yang diterima oleh peneliti yang Melakukan Pekerjaan Bebas
    • Imbalan kepada bukan pegawai, antara lain berupa honorarium, komisi, fee, dan imbalan sejenis dengan nama dan dalam bentuk apapun sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan merupakan Objek Pajak Penghasilan Pasal 21 yang dapat dikreditkan dan dipotong/pungut oleh pemberi kerja.
  4. Penghasilan royalti atas hasil penelitian dimana atas penghasilan tersebut terdapat bagian hak peneliti merupakan Obyek Pajak Penghasilan 23, dapat dikreditkan, dan dipotong/pungut oleh Wajib Pajak Badan yang membayarkan.

 

hak

  1. Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pengarahan dari fiskus
    Hak ini merupakan konsekuensi logis dari sistem self assessment yang mewajibkan Wajib Pajak untuk menghitung, memperhitungkan, dan membayar pajaknya sendiri. Untuk dapat melaksanakan sistem tersebut tentu hal dimaksud merupakan prioritas dari seluruh hak Wajib Pajak yang ada.
  2. Hak untuk membetulkan Surat Pemberitahuan (SPT)
    Wajib Pajak dapat melakukan pembetulan SPT apabila terdapat kesalahan atau kekeliruan, dengan syarat belum melampaui jangka waktu 2 (dua) tahun sesudah berakhirnya masa pajak, bagian tahun pajak, atau tahun pajak dan fiskus belum melakukan tindakan pemeriksaan.
  3. Hak untuk memperpanjang waktu penyampaian SPT
    Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan penundaan penyampaian SPT ke Dirjen Pajak dengan dengan menyampaikan alasan-alasan secara tertulis sebelum tanggal jatuh tempo.
  4. Hak untuk menunda atau mengangsur pembayaran pajak
    Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan penundaan atau pengangsuran pembayaran pajak kepada Dirjen Pajak secara tertulis disertai alasan-alasannya. Penundaan ini tidak menghilangkan sanksi bunga.
  5. Hak memperoleh kembali kelebihan pembayaran pajak
    Wajib pajak yang mempunyai kelebihan pembayaran pajak dapat mengajukan permohonan pengembalian atau restitusi.
  6. Hak mengajukan keberatan dan banding
    Wajib Pajak yang merasa tidak puas atas ketetapan pajak yang telah diterbitkan dapat mengajukan keberatan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat WP terdaftar. Jika Wajib Pajak tidak puas dengan keputusan keberatan, Wajib pajak dapat mengajukan banding ke Pengadilan Pajak.
  7. Hak Kerahasiaan Bagi Wajib Pajak
    Wajib pajak memiliki hak untuk mendapatkan perlindungan atas segala informasi yang telah diberikan kepada Direktorat Jenderal Pajak dalam rangka melaksanakan ketentuan perpajakan. Kerahasiaan Wajib Pajak antara lain:
    1. Surat pemberitahuan, laporan keuangan, dan dokumen lain yang dilaporkan oleh wajib pajak.
    2. Data yang bersifat rahasia
    3. Dokumen atau rahasia lain sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku.
    Tetapi dalam rangka penyidikan, penuntutan, atau kerjasama lain dengan instansi pemerintahan, keterangan tentang wajib pajak ini dapat diperlihatkan kepada pihak tertentu melalui ketetapan oleh Menteri Keuangan.

 

kewajiban

  1. Kewajiban untuk mendaftarkan diri
    NPWP diberikan kepada Wajib Pajak Peneliti yang telah memenuhi persyaralan subjektif dan objektif sebagaimana telah diatur dalam peraturan perundang-undangan perpajakan
  2. Kewajiban mengisi dan menyampaikan Surat Pemberitahuan
    Setiap WP yang telah terdaftar wajib mengisi SPT dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan huruf latin, angka arab, satuan mata uang rupiah, dan menandatangani serta menyampaikannya ke kantor pajak tempat WP terdaftar.
  3. Kewajiban membayar memotong atau menyetor pajak
    Kewajiban WP untuk membayar atau menyetor pajak yang terutang dilakukan di kas negara melalui kantor pos dan/atau bank Badan Usaha Milik Negara atau bank Badan Milik Daerah atau tempat pembayaran lain yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
  4. Kewajiban melaporkan angsuran PPh Pasal 25
    Peneliti yang melakukan pekerjaan bebas wajib melaporkan angsuran PPh Pasal 25 setiap bulannya.
  5. Kewajiban membuat pembukuan atau pencatatan
    Bagi WP Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan WP Badan di Indonesia diwajibkan membuat pembukuan, sesuai ketentuan Pasal 28 ayat (1) UU KUP. Sementara itu, pencatatan dilakukan oleh WP Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang diperbolehkan menghitung penghasilan neto dan WP Orang Pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.

 

dpp

  1. Penghasilan yang Diterima Peneliti berstatus PNS
    • Dasar Pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 21 final atas penghasilan yang diterima oleh Peneliti yang berstatus sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) berupa honorarium atau imbalan lain dengan nama apa pun yang menjadi beban APBN atau APBD adalah Penghasilan Bruto;
    • Dasar Pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 21 non-final atas penghasilan tetap dan teratur yang menjadi beban APBN atau APBD ditanggung oleh Pemerintah atas beban APBN atau APBD adalah Penghasilan Kena Pajak.
  2. Penghasilan yang diterima oleh peneliti berstatus Pegawai Tetap non-PNS
    Dasar pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 21 non-final yang diterima oleh Peneliti berstatus sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) berupa honorarium atau imbalan lain dengan nama apa pun adalah Penghasilan Bruto.
  3. Penghasilan yang diterima oleh peneliti yang Melakukan Pekerjaan Bebas
    Dasar pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 21 non-final yang diterima oleh Peneliti yang melakukan Pekerjaan Bebas adalah 50% (lima puluh persen) dari jumlah penghasilan bruto. Peneliti yang Melakukan Pekerjaan Bebas dapat memperoleh pengurangan PTKP sepanjang yang bersangkutan telah mempunyai Nomor Pokok Wajib Pajak dan hanya memperoleh penghasilan dari hubungan kerja dengan Pemotong Pajak serta tidak memperoleh penghasilan lainnya.
  4. Dasar Pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 23 atas penghasilan royalti atas hasil penelitian dimana atas penghasilan tersebut terdapat bagian hak peneliti adalah Penghasilan Bruto.

 

contoh

Peneliti berstatus PNS

Kasus

Prof. Jimmy Neutron, S.E, MBA. berstatus menikah dan mempunyai 3 orang anak. Jimmy merupakan dosen yang berstatus sebagai PNS dengan golongan III/c di Perguruan Tinggi Negeri. Setiap bulan Jimmy memperoleh gaji dan tunjangan sebesar Rp. 20.000.000 dan membayar Iuran Pensiun sebesar 4,75% dari Gaji dan Tunjangan. Sepanjang tahun 2017, Jimmy melakukan penelitian sebanyak tujuh kali, yaitu pada bulan Januari, Maret, April, Agustus, September, Oktober, dan November. Setiap penelitian, Jimmy memperoleh dana sehubungan dengan dilakukannya penelitian (sumber dana berasal dari APBN) secara berurutan sebesar Rp. 50.000.000, Rp. 95.000.000, Rp. 135.000.000, Rp. 45.000.000, Rp. 15.000.000, Rp. 25.000.000, Rp. 30.000.000.

Perhitungan

Terdapat dua perlakuan Pajak atas Penghasilan yang diterima oleh Jimmy pada akhir tahun, yaitu dikenakan PPh Pasal 21 bersifat final dan non-final.

  • Atas penghasilan yang diterima Jimmy atas kegiatan penelitian dikenakan PPh Pasal 21 final dan tidak dapat dikreditkan yang dipotong/pungut oleh Bendahara dengan penghitungan seperti tabel kedua;
  • Atas penghasilan yang diterima Jimmy secara tetap dan teratur setiap bulan dikenakan PPh Pasal 21 non-final dengan penghitungan seperti tabel I.1. Karena Jimmy berstatus pegawai tetap (PNS), Ia berhak mendapat pengurang penghasilan bruto berupa biaya jabatan sebesar 5% dari gaji dan tunjangan dengan nilai maksimal 500.000 per bulan, dan iuran pensiun yang dibayarkannya. Berdasarkan penghitungan seperti tabel 1.2, maka PPh Pasal 21 yang terutang kepada Jimmy adalah sebesar 17.590.000. Jumlah tersebut dapat dikurangkan dengan kredit pajak yang telah dipotong/pungut Bendahara setiap bulan.

Tabel I.1

Penghitungan PPh Pasal 21 non-final 
Gaji dan Tunjangan20.000.000
Biaya Jabatan (5% x 20.000.000/ maks 500.000)500.000
Iuran Pensiun (4,75% x 20.000.000)950.000
Penghasilan Neto
18.550.000
Penghasilan Neto Disetahunkan222.600.000
PTKP72.000.000
Penghasilan Kena Pajak150.600.000
Penghasilan Kena Pajak dibulatkan150.600.000
PPh 21: 
5% x 50.000.0002.500.000
15% x 100.600.00015.090.000
Total PPh 21
17.590.000

Tabel I.2

Penghitungan PPh 21 Final:PenghasilanTarifPPh 21 Final
Januari50.000.0005%2.550.000
Maret95.000.0005%4.750.000
April135.000.0005%6.750.000
Agustus45.000.0005%2.250.000
September15.000.0005%750.000
Oktober25.000.0005%1.250.000
November30.000.0005%1.500.000

 

Peneliti berstatus Pegawai non-PNS

Kasus

Prof. Jimmy Neutron, S.E, MBA. berstatus menikah dan mempunyai 3 orang anak. Jimmy merupakan peneliti di organisasi penelitian dan pengembangan (litbang) non pemerintah. Setiap bulan Jimmy memperoleh gaji dan tunjangan sebesar Rp. 20.000.000. Sepanjang tahun 2017, Jimmy melakukan penelitian sebanyak tujuh kali, yaitu pada bulan Januari, Maret, April, Agustus, September, Oktober, dan November. Jimmy memperoleh penghasilan atas setiap penelitian yang dilakukannya. Penghasilan tersebut secara berurutan sebesar Rp. 50.000.000, Rp. 95.000.000, Rp. 135.000.000, Rp. 45.000.000, Rp. 15.000.000, Rp. 25.000.000, Rp. 30.000.000.

Perhitungan

Penerapan Pajak atas Penghasilan yang diterima oleh Jimmy pada akhir tahun adalah sebagai berikut :

Atas penghasilan yang diterima Jimmy secara tetap dan teratur setiap bulan dikenakan PPh Pasal 21 non-final dengan penghitungan seperti tabel II.1. Karena Jimmy berstatus pegawai tetap, Ia berhak mendapat pengurang penghasilan bruto berupa biaya jabatan sebesar 5% dari gaji dan tunjangan dengan nilai maksimal 500.000 per bulan, dan iuran pensiun yang dibayarkannya. Penghasilan yang diterima Jimmy dalam melaksanakan kegiatan penelitian digabungkan dengan Penghasilan Neto yang disetahunkan. Berdasarkan penghitungan seperti tabel II.1, maka PPh Pasal 21 yang terutang kepada Jimmy adalah sebesar 141.920.000. Jumlah tersebut dapat dikurangkan dengan kredit pajak yang telah dipotong/pungut pemberi kerja setiap bulan.

Penghitungan PPh Pasal 21" 
Gaji dan Tunjangan20.000.000
Biaya Jabatan (5% x 20.000.000)500.000
Iuran Pensiun (4,75% x 20.000.000)950.000
Penghasilan Neto
18.550.000
Penghasilan Neto Disetahunkan (Penghasilan Neto x 12)222.600.000
Tunjangan Lainnya395.000.000
PTKP(72.000.000)
Penghasilan Kena Pajak545.600.000
Penghasilan Kena Pajak dibulatkan545.600.000
PPh 21: 
5% x 50.000.0002.500.000
15% x 200.000.00051.840.000
25% x 250.000.00073.900.000
30% x 45.600.00013.680.000
Total PPh 21
141.920.000

 

Tags