DEFINISI

Kata konsultan sendiri sebenarnya diambil dari bahasa Inggris, yaitu consultare to deliberate, yang artinya mereka yang memiliki tugas dalam memberikan saran serta solusi secara profesional untuk individu ataupun organisasi yang bertujuan demi membenahi ataupun membuat target yang direncanakan kliennya agar bisa tercapai secara sempurna. Seorang konsultan akan memberikan layanan dalam bentuk perencanaan dan strategi perkembangan dalam bidang yang dikuasainya, seperti bidang bisnis, pajak, keuangan, sipil, dan masih banyak lagi

Jenis-jenis Konsultan antara lain:

  1. Konsultan Bisnis
  2. Konsultan Pajak
  3. Konsultan Keuangan
  4. Konsultan Sipil
  5. Konsultan Pemasaran
  6. Konsultan Proyek
  7. Konsultan Hukum

DASAR HUKUM

  1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan  sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang (selanjutnya disebut UU KUP).
  2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan  sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang (selanjutnya disebut UU PPh).
  3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang Dan Jasa Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah  sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang (selanjutnya disebut UU PPN)
  4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No­mor 55 Tahun 2022 tentang Penyesuaian Pengaturan di Bidang Pajak Penghasilan.
  5. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 147/PMK.03/2017 tentang Tata Cara Pendaftaran Wajib Pajak dan Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak serta Pengukuhan dan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak.
  6. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 68/PMK.03/2010 Tentang Batasan Pengusaha Kecil PPN sebagaimana telah diubah dengan Peratur­an Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 197/PMK.03/2017.
  7. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 243/PMK.03/2014 Tentang Surat Pemberitahuan (SPT) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Pera­turan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 18/PMK.03/2021 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja di Bidang Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, serta Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
  8. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 252/PMK.03/2008 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan Pajak atas Penghasilan Sehu­bungan Dengan Pekerjaan, Jasa, Dan Kegiatan Orang Pribadi
  9. Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-16/PJ/2016 Tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemoton­gan, Penyetoran Dan Pelaporan Pajak Penghas­ilan Pasal 21 Dan/Atau Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa, Dan Kegiatan Orang Pribadi
  10. Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-17/PJ/2015 Tentang Norma Penghitungan Penghasilan Neto
  11. Peraturan Dirjen Pajak Nomor Per-1/PJ/2023 tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 23 atas Penghasilan Royalti yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak Orang Pribadi yang Menerapkan Penghitungan Pajak Penghasilan Menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto.

OBJEK

  1. Penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun.
  2. Penghasilan dari pekerjaan bebas adalah penghasilan dari pekerjaan yang dilakukan oleh orang pribadi yang mempunyai keahlian khusus sebagai usaha untuk memperoleh penghasilan yang tidak terikat oleh suatu hubungan kerja.
  3. Berdasarkan Per-16/PJ/2016, Konsultan yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan pemberian jasa termasuk dalam kriteria tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas.
  4. Penghasilan selain dari pekerjaan bebas yaitu:
    1. Penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan kerja, misalnya seorang Konsultan bekerja sebagai karyawan perusahaan.
    2. Penghasilan dari usaha dan kegiatan misalnya penghasilan dari usaha perdagangan, restoran, salon kecantikan, usaha pom bensin, dan lain-lain.
    3. Penghasilan dalam negeri lainnya yang bersifat tidak final berupa komisi, hadiah atau imbalan lain, misalnya Konsultan mendapatkan komisi terkait dengan jasa perantara;
    4. Penghasilan dari modal yang berupa harta bergerak ataupun harta tak bergerak seperti:
      1. bunga, misalnya Konsultan memperoleh penghasilan bunga; 
      2. royalti, misalnya Konsultan mendapatkan royalti atas hak paten atau intelectual property yang dimiliki/ ditemukan;
      3. sewa harta selain tanah/bangunan, misalnya penghasilan dari sewa truk/ mobil;
      4. keuntungan dari penjualan/pengalihan harta, misalnya keuntungan dari penjualan mobil, motor, kapal dsb;
    5. Penghasilan dalam negeri yang dikenakan PPh yang bersifat final, misalnya penghasilan dari sewa tanah dan/atau bangunan, penghasilan berupa bunga bank/ obligasi, penghasilan dari pengalihan saham di bursa efek Indonesia.
    6. Penghasilan luar negeri

HAK

Secara umum hak Konsultan sebagai wajib pajak meliputi:

  1. Wajib Pajak berhak mendapatkan pelayanan yang baik dalam memenuhi ketentuan perpajakan
  2. Wajib pajak mempunyai hak untuk mengajukan permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak atau pengembalian atas pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang
  3. Dalam hal dilakukan pemeriksaan Wajib Pajak berhak antara lain:
    1. meminta kepada Pemeriksa untuk memberikan Surat Pemberitahuan Pemeriksaan atau Surat Panggilan Dalam Rangka Pemeriksaan Kantor
    2. meminta kepada Pemeriksa untuk menunjukkan Surat Perintah Pemeriksaan
    3. melihat tanda pengenal Pemeriksa
    4. mendapat penjelasan mengenai maksud dan tujuan pemeriksaan
    5. meminta rincian atau penjelasan terkait perbedaan antara temuan hasil pe­meriksaan dengan SPT
    6. menerima Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan
    7. hadir dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan dalam batas waktu yang diten­tukan
    8. mengajukan permohonan untuk dilakukan pembahasan dengan Tim Quality Assurance
  4. Hak untuk mengajukan pembetulan atas SPT
  5. Hak untuk mengungkapkan ketidakbenaran perbuatan apabila sedang dilakukan pemeriksaan bukti permulaan, sepanjang mulainya penyidikan belum disampaikan kepada Penuntut Umum melalui Penyidik Pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia
  6. Hak untuk mengungkapkan ketidakbenaran pengisian SPT walaupun sedang dilakukan pemeriksaan, sepanjang pemeriksa belum menyampaikan surat pemberitahuan hasil pemeriksaan
  7. Hak untuk mengajukan pembetulan, keberatan, banding dan peninjauan kembali
  8. Hak untuk mengajukan permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi
  9. Hak untuk mengajukan permohonan pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak yang tidak benar
  10. Hak untuk mengajukan permohonan pengurangan atau pembatalan Surat Tagihan Pajak yang tidak benar
  11. Hak untuk mengajukan pembatalan pemeriksaan pajak atau surat ketetapan pajak dari hasil pemeriksaan yang dilaksanakan tanpa melalui penyampaian surat pemberitahuan hasil pemeriksaan atau tanpa pembahasan akhir hasil pemeriksaan.
  12. Hak untuk membayar atau melunasi kerugian pada pendapatan negara dalam tahap penyidikan maupun persidangan apabila Wajib Pajak sedang dilakukan tindakan penyidikan atau persidangan atas tindak pidana perpajakan.
  13. Hak kerahasiaan bagi Wajib Pajak yaitu:
    1. SPT, laporan keuangan dan dokumen lainn­ya yang dilaporkan oleh Wajib Pajak
    2. Data dari pihak ketiga yang bersifat rahasia
    3. Dokumen atau rahasia Wajib Pajak lainnya sesuai ketentuan Wajib Pajak yang berlaku
  14. Hak untuk mengajukan permohonan penundaan pembayaran pajak
  15. Hak untuk mengajukan permohonan pengangsuran pembayaran pajak
  16. Hak untuk mengajukan permohonan penundaan pelaporan SPT Tahunan
  17. Hak untuk mengajukan permohonan pengurangan PPh Pasal 25
  18. Hak untuk mengajukan permohonan pengurangan PBB
  19. Hak untuk diberikan pembebasan Pajak, sesuai ketentuan yang berlaku
  20. Hak untuk mengajukan permohonan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak
  21. Hak untuk mendapat pajak ditanggung pemerin­tah, sesuai ketentuan yang berlaku
  22. Hak untuk mendapatkan insentif pajak
  23. Hak untuk memperoleh imbalan bunga sesuai ketentuan yang berlaku, misalnya surat ketetapan pajak atas pemeriksaan SPT LB (Pasal 17B UU KUP) terlambat diterbitkan

KEWAJIBAN

Sebagai wajib pajak dalam negeri, Konsultan memiliki kewajiban sebagai berikut:

  1. mendaftarkan diri sebagai Wajib Pajak dan kepadanya diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak
  2. wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai sebagai Pengu­saha Kena Pajak (PKP) apabila peredaran usahanya melebihi 4,8 milyar dalam satu Tahun Pajak.
  3. kewajiban pembayaran, pemotongan/pemungutan dan pelaporan pajak:
    1. melakukan pembayaran PPh Pasal 25
    2. melakukan pemotongan atas PPh Pasal 21 apabila memiliki karyawan.
    3. melakukan  pemotongan atas PPh Pasal 4 ayat 2 apabila Konsultan sebagai penyewa den­gan pemilik tempat adalah Orang Pribadi serta ditunjuk sebagai pemotong.
    4. menyampaikan Surat Pemberitahun SPT PPh.
    5. Konsultan sebagai wajib pajak orang pribadi yang melakukan pekerjaan bebas diwajib­kan untuk melakukan pembukuan, apabila Konsultan memiliki penghasilan dibawah Rp 4.8 milyar maka diperbolehkan untuk memilih menggunakan pencatatan.
    6. menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa PPh Pasal 21 jika ditunjuk sebagai pemotong PPh 21.
    7. memungut, menyetor, dan menyampaikan SPT Masa PPN apabila telah dikukukan sebagai PKP.

Catatan:

Penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi dari jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas tidak termasuk penghasilan dari usaha yang dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final. Jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas meliputi tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas yang terdiri atas pengacara, akuntan, arsitek, dokter, kosultan, notaris, PPAT, penilai dan aktuaris

DPP

Penghitungan penghasilan neto Wajib Pajak Orang Pribadi yang berprofesi sebagai konsultan adalah sebagai berikut: 

  1. Dalam hal Konsultan hanya bekerja sebagai karyawan di perusahaan dan telah dipotong PPh Pasal 21, maka penghasilan neto adalah penghasilan dari pekerjaan seperti  gaji, honorarium, dikurangi dengan biaya jabatan, iuran Jaminan Hari Tua, dsb.;
  2. Konsultan yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan menggunakan pembukuan maka penghitungannya penghasilan nettonya adalah:

Penghasilan Neto = Penghasilan Bruto -  Biaya Usaha

Biaya usaha adalah biaya-biaya yang digunakan sehubungan dengan mendapatkan, menagih, dan me­melihara penghasilan.

  1. Konsultan yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan menggunakan pencatatan, tata cara penghitungan penghasilan netonya  adalah sebagai berikut:

Penghasilan Neto= %Norma x Penghasilan Bruto
Penghasilan Kena Pajak = Penghasilan Neto - PTKP

PPh terutang = Tarif PPh Pasal 17 (1) huruf a x Penghasilan Kena Pajak 

Lapisan Penghasilan Kena Pajak

Tarif Pajak

sampai dengan Rp 60.000.000,00

5%

di atas Rp60.000.000,00 sampai dengan Rp250.000.000,00

15%

di atas Rp250.000.000,00 sampai dengan Rp500.000.000,00

25%

di atas Rp500.000.000,00 sampai dengan Rp5.000.000.000,00

30%

diatas Rp5.000.000.000,00

35%

  1. Pihak yang membayarkan imbalan jasa kepada Konsultan harus melakukan pemotongan PPh 21 dengan kriteria penerima penghasilan Bukan Pegawai:
    1. Apabila Konsultan memiliki NPWP dan menerima/memperoleh penghasilan semata-mata dari satu pemberi penghasilan yang bersifat berkesinambungan maka pemotongannya adalah sebagai berikut:

DPP = (50% X Penghasilan bruto) – PTKP Per Bulan
PPh Terutang = Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh X DPP (berlaku kumulatif)

    1. Apabila Konsultan menerima/memperoleh penghasilan yang tidak bersifat berkesinambungan atau menerima penghasilan yang berkesinambungan dan mempunyai penghasilan lain maka pemotongannya sebagai berikut:

DPP = 50% X Penghasilan bruto 
PPh Terutang = Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a X DPP

  1. Apabila Konsultan memperoleh penghasilan berupa royalti maka akan dilakukan pemotongan PPh Pasal 23 dengan ketentuan sebagai berikut:
    1. Apabila Konsultan dalam menghitung Penghasilan Neto menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto dan menyampaikan Bukti Penerimaan Surat (BPS) pemberitahuan norma ke pemotong sebelum dilakukan pemotongan

PPh 23 atas royalti: 15% X 40% X Jumlah bruto royalti

(sesuai ketentuan Per-1/PJ/2023)

    1. Apabila tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada huruf a

PPh 23 atas royalti = 15% X Jumlah bruto royalti

  1. Konsultan akan mendapatkan bukti potong PPh Pasal 21/ PPh Pasal 23 tersebut yang dapat dipergunakan sebagai kredit pajak untuk mengurangi PPh yang harus dibayar pada SPT Tahunan.
  2. Apabila pemberi imbalan jasa  menggunakan Konsultan Asing maka diwajibkan untuk melakukan pemotongan PPh Pasal 26 dengan tarif pajak 20% atau dengan tarif sesuai dengan tax treaty yang ber­laku.

Apabila Konsultan  memberikan jasa ke luar negeri, maka bukti potong atas penghasilan jasa luar negeri dapat dikreditkan selama sesuai dengan peraturan perpajakan.

 

CONTOH KASUS

Contoh 1

Pak Andi adalah seorang karyawan swasta di PT Abadi Cipta, sebuah perusahaan jasa yang bergerak pada bidang konsultasi Sumber Daya Manusia, dengan penghasilan sebesar Rp 98.800.000 setahun.

Selain itu, Pak Andi juga memiliki pekerjaan sampingan yaitu menjadi Konsultan Pariwisata. Komisi yang didapatkan Pak Andi pada tahun 2022 sebesar Rp 77.550.000.

Pak Andi telah menikah dan memiliki satu anak perempuan yang berusia 8 tahun. Pak Andi dan keluarganya menetap di Bandung.  

Diketahui norma penghitunganpajak atas pekerjaan Pak Andi sebagai Konsultan Pariwisata adalah sebesar 50% untuk kota Bandung dan pajak yang sudah dipotong oleh PT Abadi Cipta sebesar Rp2.148.000.

Maka, perhitungan pajak Pak Andi:

Penghasilan Neto Pekerjaan Bebas (Konsultan)   

:

Rp   38.775.000

(Norma sesuai PER-17/PJ.2015 adalah 50%. Maka, penghasilan netto adalah 50% x Rp 77.550.000)

 

 

Penghasilan Neto Pekerjaan Tetap 

:

Rp   98.800.000

Total Penghasilan

:

Rp 137.575.000

PTKP (K/1) 

:

Rp (63.000.000)

Penghasilan Kena Pajak

:

Rp   74.575.000

Penghasilan Kena Pajak (dibulatkan)

:

Rp   74.575.000

PPh Terutang 

 

 

 5% x 60.000.000   =3.000.000

 

 

15% x 14.575.000  = 2.186.250

:

Rp    5.186.250

PPh dipotong pihak lain

:

Rp     2.148.000

Pajak yang harus disetor sendiri

:

Rp    3.038.250

Contoh 2

Tuan Budi dan Tuan Anas adalah pemilik sekaligus pendiri CV Karya Agung yang bergerak di bidang usaha Konsultasi Periklanan.

Pada tanggal 16 Maret 2022 telah terdaftar di KPP Pratama Kudus untuk memperoleh NPWP dan telah dikukuhkan pula sebagai PKP meskipun peredaran usahanya belum melebihi Rp4,8 miliar.

Tuan Budi dan Tuan Anas sepakat bahwa yang bertindak sebagai sekutu aktif adalah Tuan Anas, sedangkan Tuan Budi bertindak sebagai sekutu pasif.

Apabila CV mendapat keuntungan akan dibagi Tuan Anas dan Tuan Budi dengan proporsi 30:70.

Pada tahun 2022, CV Karya Agung melaporkan laporan laba ruginya sebagai berikut:

Peredaran Usaha

:

Rp  1.000.000.000

Harga Pokok Penjualan 

:

Rp   (400.000.000)

Biaya Usaha Lainnya

:

Rp   (100.000.000)

Penghasilan Neto dari Usaha

:

Rp    500.000.000

Penghasilan Neto dari Luar Usaha

:

Rp    100.000.000

Jumlah Penghasilan Neto

 

Rp    600.000.000

Atas laba sebesar Rp600 juta tersebut, sesuai kesepakatan, Rp300 juta akan dibagi kepada masing-masing sekutu sebesar Rp90 juta kepada Tuan Anas dan Rp210 juta kepada Tuan Budi, sedangkan sisanya sebesar Rp300 juta akan disimpan sebagai laba ditahan.

Selama tahun 2022, CV Karya Agung banyak melakukan transaksi dengan pihak pemotong/pemungut dan telah dipotong pajak-pajak sebagai berikut:

- PPh Pasal 22 sebesar Rp 20 juta

- PPh Pasal 23 sebesar Rp 42,5 juta

Kewajiban PPN telah dilakukan CV Karya Agung dengan baik dan benar.

Koreksi Fiskal Positif SPT Tahunan PPh Badan CV Karya Agung adalah
Rp 50 juta

Pertanyaan:

1.Berapa PPh pasal 29 terutang yang harus disetor sendiri oleh CV Karya Agung?

2.Berapa Pajak yang terutang saat pembagian laba kepada para sekutu?

Jawab

Perhitungan pajak CV Karya Abadi:

Penghasilan Neto

:

Rp   600.000.000

Koreksi FiskalPositif 

:

Rp     50.000.000

Penghasilan Setelah Koreksi Fiskal

:

Rp   650.000.000

Penghasilan Kena Pajak

:

Rp   650.000.000

PPh Terutang (50% x 22% x Rp 650.000.000) 

:

Rp     71.500.000

(sesuai Pasal 31 E UU PPh)

 

 

PPh dipotong pihak lain

 

 

1. PPh Pasal 22 

:

Rp     20.000.000

2. PPh Pasal 23

:

Rp     42.500.500

Pajak yang harus disetor sendiri (Kurang Bayar)

:

Rp       8.999.500

Pada saat Tuan Budi dan Tuan Anas mengambil bagian laba masing-masing sebesar Rp90 juta dan Rp210 juta, penghasilan tersebut bukan merupakan objek pajak sehingga tidak perlu dipotong PPh Pasal 21.

Tags