Tim penyidik Direktorat Penegakan Hukum Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menyita delapan bus yang diduga merupakan hasil tindak pidana pencucian uang (TPPU) dengan tindak pidana asal di bidang perpajakan yang dilakukan oleh tersangka berinisial RK di Jakarta Selatan (Selasa, 30/11). 

Kegiatan penyitaan ini turut disaksikan oleh kuasa hukum tersangka dan karyawan tersangka. Delapan bus yang disita terdiri atas tujuh bus pariwisata dan satu minibus. Usai disita, kedelapan bus tersebut selanjutnya akan dinilai oleh tim penilai DJP agar dapat menjadi jaminan pemulihan kerugian pada pendapatan negara.

Tersangka RK diduga telah melakukan tindak pidana pencucian uang yaitu membeli armada bus untuk sebuah perusahaan jasa transportasi yang dimilikinya dengan menggunakan uang dari rekening PT LMJ yang di dalamnya terdapat dana yang diduga berasal dari tindak pidana di bidang perpajakan. PT LMJ juga merupakan perusahaan milik tersangka RK. Ia juga menjabat sebagai direktur perusahaan tersebut.

PT LMJ merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang usaha penyediaan tenaga security ke perusahaan-perusahaan. Pada tahun 2016 hingga 2019, PT LMJ telah memungut PPN atas jasa penyediaan tenaga security. Akan tetapi, PT LMJ tidak melaporkan dan menyetorkan sebagian PPN yang telah dipungut tersebut ke kas negara. Dalam kasus ini, negara dirugikan hingga Rp20,8 miliar.

Akibat perbuatannya, tersangka RK disangkakan Pasal 3 dan/atau Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Ia diancam hukuman pidana penjara paling lama 20 tahun dan denda paling banyak Rp10 miliar. 

DJP akan terus konsisten menjalankan kewenangannya dengan optimal untuk mewujudkan penegakan hukum pidana pajak yang berkeadilan.