Pembayaran dalam sistem jual beli berbasis digital di masyarakat tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Begitupun dengan pengisian saldo uang elektronik. Hal ini disampaikan oleh narasumber bincang pajak Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Penanaman Modal Asing (PMA) Satu, Tomi Hadi Lestiyono dan Amilya Yusnita di Jakarta Selatan (Jumat, 27/12).

Pengenaan PPN dalam lingkup transaksi berbasis elektronik tertuang di dalam Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 69/PMK.03/2022 tentang Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai atas Penyelenggaraan Teknologi Finansial. Namun, masyarakat tidak perlu khawatir sebab dasar pengenaan PPN bukanlah nilai pengisian uang atau nilai transaksi jual beli, melainkan jasa pengisian (top-up) saldo uang elektroniknya.

Sebagai ilustrasi, pengisian saldo uang elektronik sebesar satu juta rupiah dengan jasa pengisian senilai Rp1.500, akan dikenakan PPN terhadap jasa pengisian tersebut. Oleh karena itu, PPN yang dikenakan sebesar 12% atas Rp1.500 atau Rp180.

"Jadi, berapapun nilai yang diisi oleh masyarakat tidak mempengaruhi besar PPN yang terutang,” terang Amilya dalam edukasi perpajakan yang diikuti oleh 96 peserta itu.

Dalam unggahan resmi, Direktorat Jenderal Pajak melalui akun @ditjenpajakri menyebutkan bahwa kegiatan top-up e-wallet bukan merupakan jenis pajak baru. Dengan kebijakan ini, pemerintah memastikan perpajakan tetap adil dan tidak membebani pengguna.

 

Pewarta: Tendi Aristo
Kontributor Foto: Tendi Aristo
Editor:

*)Konten yang terdapat pada halaman ini dapat disalin dan digunakan kembali untuk keperluan nonkomersial. Namun, kami berharap pengguna untuk mencantumkan sumber dari konten yang digunakan dengan cara menautkan kembali ke halaman asli. Semoga membantu.