Oleh: (Wahid Hidayat), pegawai Direktorat Jenderal Pajak

Usahaku buatmu nyaman, jadi tempat berlabuh yang aman

Tiap kecewa yang kurasakan, hanya bisa kujadikan pelajaran

……….

Kalau bukan aku, siapa yang bisa membuat yang sulit terlihat mudah

Kalau bukan aku, siapa yang mau membuat yang berat terlihat ringan

Dengan indah

Aku si paling mahir, terlihat baik-baik saja.

Siapa yang merasa relevan dengan single terbaru milik Raisa yang berjudul “Si Paling Mahir”? Single yang rilis pada 6 November 2024 lalu menggambarkan sosok yang selalu menjadi andalan keluarga hingga harus menjalankan perannya sendirian. Sosok tersebut digambarkan dengan karakter yang pandai menyembunyikan beban kehidupannya. Pengorbanan dan keteguhannya diisyaratkan agar terus tampil kuat dalam kondisi apapun demi melihat orang-orang yang dicintainya merasa aman dan nyaman.

“Si Paling Mahir” merujuk pada orang yang menjadi tulang punggung untuk memikul beban ekonomi keluarga. Mereka kerap dipanggil dengan sebutan generasi roti lapis atau sandwich. Umumnya, mereka disebut demikian karena merupakan generasi orang dewasa yang harus menangung hidup tiga generasi, yaitu orang tuanya, dirinya sendiri, dan anaknya. Persis seperti sandwich dengan lapisan atas sebagai generasi atas (orang tua) dan lapisan bawah sebagai generasi bawah (anak). Sementara itu, isi utamanya merupakan dirinya sendiri sebagai lapisan yang dapat dikatakan “terjepit” antara tanggung jawab merawat orang tua dan anak-anak mereka.

Menjadi generasi sandwich merupakan suatu keniscayaan. Menghidupi diri sendiri sekaligus menanggung beban ekonomi orang tua adalah suatu kewajiban yang pasti akan dilalui. Namun, pikiran generasi sandwich seyogyanya tidak mulu dipenuhi oleh stigma bahwa pikulannya begitu berat. Mereka perlu memiliki pola pikir bahwa mereka dikaruniai momentum untuk berbakti kepada orang tua sekaligus menafkahi keluarga mereka sendiri.

Beban finansial terbayang nyata, demikian halnya dengan kewajiban membayar pajak.

Lantas, adakah keringanan pajak untuk para generasi sandwich?

Asas Daya Pikul dan Asas Equality

Salah satu asas pemungutan pajak yang dikemukakan oleh WJ Langen adalah asas daya pikul. Asas ini mengandung arti bahwa besar kecilnya pajak yang dipungut harus berdasarkan besar kecilnya penghasilan wajib pajak.

Senada dengan hal tersebut, dalam buku yang berjudul “Wealth of Nation”, Adam Smith mengemukakan empat asas pemungutan pajak. Salah satunya adalah asas equality (keseimbangan atau keadilan). Asas ini menyatakan bahwa dalam hal pemungutan pajak, negara harus menyesuaikannya dengan kemampuan dan juga penghasilan yang diperoleh atau diterima wajib pajak. Negara tidak boleh bertindak sewenang-wenang dalam melakukan pemungutan pajak.

Penghasilan Tidak Kena Pajak

Penerapan asas ini tercermin dalam ketentuan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) dalam pengenaan Pajak Penghasilan (PPh) Orang Pribadi. Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang mengikuti mekanisme umum dalam menghitung PPh-nya (nonfinal), PTKP merupakan komponen pengurang penghasilan neto dalam penghitungan penghasilan kena pajak, sebelum nantinya dikalikan dengan tarif PPh untuk menentukan PPh terutang.

Mekanisme nonfinal ini merupakan mekanisme yang diterapkan dalam penghitungan PPh bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang menerima atau memperoleh penghasilan dari pekerjaan (karyawan atau karyawati), pekerjaan bebas (profesi karena keahlian khusus seperti akuntan, pengacara, arsitek, dokter, dan sebagainya), usaha dengan omzet setahun melebihi Rp4,8 miliar, dan/atau penghasilan lainnya.

Besaran PTKP diatur dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). PTKP ditentukan berdasarkan status wajib pajak pada awal tahun yang bersangkutan. Besaran PTKP yang diberikan paling sedikit: 1) Rp54 juta untuk Wajib Pajak Orang Pribadi yang bersangkutan; 2) Rp4,5 juta tambahan untuk status kawin; 3) Rp54 juta tambahan untuk istri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami; dan 4) Rp4,5 juta tambahan untuk setiap tanggungan, paling banyak tiga tanggungan.

Tanggungan adalah anggota keluarga sedarah (ayah, ibu, dan anak kandung), keluarga semenda (mertua, anak tiri) dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan anak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya Wajib Pajak Orang Pribadi yang bersangkutan. Yang dimaksud dengan “menjadi tanggungan sepenuhnya” adalah anggota keluarga yang tidak mempunyai penghasilan dan seluruh biaya hidupnya ditanggung oleh Wajib Pajak Orang Pribadi yang bersangkutan.

Sebagai contoh, pada tanggal 1 Januari 2024, Jeki berstatus kawin dengan dua orang anak kandung. Istri Jeki merupakan ibu rumah tanggal dan sedang mengandung anak ketiga. Jeki juga menanggung hidup ibunya yang merupakan pensiunan Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang masih menerima uang pensiun. Maka, status PTKP Jeki adalah kawin dengan dua tanggungan (K/2). Dengan kata lain, besaran PTKP yang diperoleh Jeki adalah Rp67,5 juta yang diperoleh dari penjumlahan Rp54 juta untuk Jeki sendiri, Rp4,5 juta untuk tambahan status kawin, dan Rp9 juta untuk tambahan dua tanggungan anak kandungnya yang telah lahir per 1 Januari 2024. Dalam contoh ini, ibu Jeki tidak termasuk sebagai tanggungan karena masih menerima penghasilan berupa uang pensiun.

Kembali pada pembahasan utama, generasi sandwich yang mayoritas berprofesi sebagai karyawan/karyawati akan memperoleh PTKP yang semakin besar seiring dengan jumlah tanggungannya. Sejalan dengan asas daya pikul dan asas equality, semakin besar tanggungnnya, semakin besar pengurangan dalam bentuk PTKP yang akan didapatkan dan semakin ringan pula PPh yang terutang.

Lantas, bagaimana generasi sandwich yang pengenaan PPh-nya diberlakukan mekanisme final?

Pengecualian Omzet dengan Besaran Tertentu dan Tarif Tertentu

Mekanisme final akan diberlakukan bagi yang menerima penghasilan dari usaha dengan omzet setahun kurang dari Rp4,8 miliar. Ketentuan ini diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2022 tentang Penyesuaian Pengaturan di Bidang Pajak Penghasilan.

Wajib Pajak Orang Pribadi yang menerima penghasilan dari usaha dengan omzet yang tidak melebihi Rp4,8 milliar dalam setahun dikenai PPh bersifat final dengan tarif yang hanya sebesar 0,5% atas omzet sebulan. Tidak hanya itu, omzet yang dikenakan PPh hanya atas bagian omzet yang melebihi Rp500 juta yang dihitung secara kumulatif sejak masa pajak pertama dalam tahun pajak yang bersangkutan. Hanya saja, jangka waktu pengenaan PPh dengan mekanisme final ini dapat diberlakukan untuk paling lama tujuh tahun.

Sebagai contoh, Jeni memiliki usaha dengan total omzet tahun lalu tidak melebihi Rp4,8 miliar. Sepanjang tahun 2023, omzet Jeni baru melebihi Rp500 juta pada bulan Oktober, yaitu sebesar Rp50 juta. Kemudian, omzet pada bulan November dan Desember adalah Rp60 juta dan Rp70 juta berturut-turut. Maka, PPh final yang harus dibayar Jeni pada bulan Oktober, November, dan Desember adalah sebesar Rp250 ribu (0,5% x Rp50 juta), Rp300 ribu (0,5% x Rp60 juta), dan Rp350 ribu (0,5% x Rp70 juta).

Besarnya tanggungan yang harus dipikul generasi sandwich tidak dipandang sebelah mata oleh pajak. Hal ini merupakan manifestasi asas daya pikul dan asas equality dalam pemungutan pajak. Ketentuan pajak, khususnya PPh, disesuaikan dengan sedemikian rupa untuk memberikan sejumlah keringanan bagi generasi sandwich dalam pemenuhan kewajiban perpajakannya. Harapannya, pajak yang harus dibayar tidak lantas menambah beban “Si Paling Mahir”.

Harus meredam semua amarah, terus abaikan segala gundah

Jangan sampai terucap lelah, walau kadang inginku menyerah

 

*)Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.

Konten yang terdapat pada halaman ini dapat disalin dan digunakan kembali untuk keperluan nonkomersial. Namun, kami berharap pengguna untuk mencantumkan sumber dari konten yang digunakan dengan cara menautkan kembali ke halaman asli. Semoga membantu.