Mari Memperhatikan Ibu-Ibu

Oleh: Lindarto Akhir Asmoro, Pegawai Direktorat Jenderal Pajak

Apabila kita melihat data wajib pajak tertulis pekerjaan di kartu tanda penduduknya adalah ibu rumah tangga maka kita menganggap bahwa potensi perpajakannya tidak ada. Itu dulu mas, ibu rumah tangga zaman now  mah beda. Sekarang, apabila kita menghadapi wajib pajak dengan pekerjaan ibu rumah tangga kita haruslah sangat bahagia. Ya. kita harus bahagia karena ada “berlian” di balik status pekerjaan ibu rumah tangga. Kita harus mengarahkan segala kekuatan untuk memunculkan “berlian” itu supaya muncul ke permukaan.

Dahulu ibu rumah tangga hanya mengerjakan pekerjaan rumah dan tidak memiliki penghasilan sendiri. Penghasilannya berasal dari penghasilan suami dan akan di-manage  sedemikian rupa untuk keluarga. Maka dari itu ibu rumah tangga bukanlah wajib pajak potensial dalam hal pembayaran pajak. Seiring berjalannya waktu, paradigma itu berubah seratus delapan puluh derajat. Ibu rumah tangga adalah wajib pajak potensial, sangat-sangat potensial bisa disebut seperti itu. Selain mengerjakan pekerjaan rumah tangga, ibu-ibu ini mampu menambah pendapatan keluarga, bahkan dapat menjadi tulang punggung ekonomi keluarganya.

Di dalam rumah, ibu rumah tangga zaman now ini mampu menghasilkan uang jutaan rupiah dalam sebulan. Ibu yang memiliki bakat memasak membuka warung hingga jasa penyediaan makanan untuk perusaan atau kegiatan pesta. Ibu yang pintar dagang dapat membuka warung kelontong yang menjual barang-barang kebutuhan sehari-hari. Ibu yang pandai menjahit dapat menjadi penjahit baju hingga membuka toko baju hingga membuka butik di rumahnya. Ibu yang “melek teknologi” dapat menghasilkan uang melalui ponselnya, baik jual beli online sampai dengan endorse product di beberapa akun sosial medianya. Belum lagi apabila Bulan Ramadan tiba, di sepanjang jalan setiap rumah menjadi penjual musiman untuk menyediakan makanan berbuka dan makanan sahur. Semua hal bisa dijadikan uang oleh ibu rumah tangga. Luar biasa.

Sebuah “berlian” yang harus kita temukan. Kita harus mulai memperhatikan ibu rumah tangga ini. karena kita tahu potensi perpajakannya sangat luar biasa. Ibu pedagang, penjahit, penjual online, pedagang warung, pedagang kelontong memiliki potensi PPh Final Pasal 4(2) sebesar 1 % dari omset penjualannya. Berapapun omset usahanya bisa dipastikan dikenai pajak 1 % karena Pajaknya bersifat final, dan tidak terpengaruh dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Sebagai gambaran kasar, seorang penjual online memiliki omset usaha tiga Rp3.000.000,- tiap bulannya, penjual ini memiliki potensi pembayaran pajak sebesar Rp30.000,- tiap bulannya. Apabila disetahunkan maka potensi dari satu orang ibu pedagang sebesar Rp360.000,-. Ketika kita melihat penghasilan dari endorse product yang sampai ratusan juta rupiah untuk satu produk maka semakin besar potensi perpajaknnya. Semakin besar omset usahanyanya maka semakin besar pula potensi pembayaran pajak dari ibu-ibu ini.

Dengan melihat potensi yang sangat luar biasa, maka sepatutnya kita mulai lebih memperhatikan ibu-ibu ini. karena bukan tidak mungkin ibu-ibu menjadi salah satu sektor penting dalam penerimaan negara melalui pajak. Mari kita kerahkan tenaga dan usaha untuk “memperhatikan” Ibu-ibu tangguh di negeri ini.

Terimakasih ibu yang ada di seluruh indonesia, Selamat Hari Ibu.

*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi dimana penulis bekerja.