Oleh: Dinni Syalsabila Safira, pegawai Direktorat Jenderal Pajak

 

Love Next Door merupakan drakor romance comedy yang dibintangi oleh Jung-Jung Couple, yaitu Jung Hae In dan Jung So Min. Drama rilisan negeri gingseng ini menceritakan pertemuan dua sahabat yang sudah lama tidak berjumpa. Mereka dipertautkan kembali dengan kisah romansa yang telah lama terpendam. Drama yang memiliki judul asli 엄마친구아들 (Eommachinguadeul) ini telah tayang sejak 17 Agustus 2024 lalu.

Bae Seok Ryu tumbuh menjadi perempuan yang berprestasi secara akademis sejak belia. Sebagai anak perempuan sulung, ia mengukir dalam hatinya bahwa dirinya harus belajar giat dan mendapatkan pekerjaan yang layak. Hal ini agar Seok Ryu tidak membebani orang tuanya. Dengan kegigihannya, ia berhasil berkarier menjadi project manager di perusahaan kondang dari luar negeri. Tak heran jika Seok Ryu menjadi kebanggaan ayah dan ibunya.

Sementara Choi Seung Hyo menjadi arsitek muda paling terkenal di Korea. Banyak prestasi telah ia raih hingga membuatnya menjadi arsitek papan atas. Desain perpustakaan yang ia kerjakan bahkan menyabet penghargaan arsitektur dan memperoleh pujian luar biasa. Seung Hyo belajar arsitektur di Universitas Hankuk, kampus terpandang, sehingga tidak perlu diragukan lagi kompetensinya dalam mendesain gedung. Berbakat dan telah mendapat penghargaan berturut-turut, Seung Hyo memutuskan untuk membuka kantornya sendiri yang ia namai "Atelier In". Tidak hanya berpenampilan sempurna, Seung Hyo juga dikenal dengan kepribadiannya yang hebat. Singkat cerita, ternyata Seung Hyo menyimpan getar cintanya dalam diam pada sahabat masa kecilnya sendiri, Bae Seok Ryu.

Daripada galau bahas friendzone dua sahabat ini, (takut yang baca relate) #eh ... Lebih baik kita mengenal lebih dalam, yuk, tentang pekerjaan Choi Seung Hyo.
 

Kamus Besar Bahasa Indonesia Bahasa Indonesia (KBBI) mendefinisikan arsitek sebagai ahli dalam merancang dan menggambar bangunan, jembatan, dan sebagainya biasanya sekaligus sebagai pengawas konstruksi.

Di Indonesia sendiri, arsitek merupakan profesi yang diakui secara hukum. Pengakuan tersebut tertuang dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2017 tentang Arsitek (UU Arsitek). Mengacu pada beleid tersebut, arsitek merujuk pada seseorang yang menjalankan praktik arsitek mencakup aktivitas untuk menghasilkan karya arsitektur meliputi perencanaan, perancangan, pengkajian, dan/atau pengawasan terhadap bangunan gedung dan lingkungannya, serta hal-hal terkait kota dan kawasan.

Pemberi Kerja Arsitek

Seorang perancang bangunan bisa bekerja di perusahaan swasta hingga instansi pemerintahan. Selain bekerja sebagai karyawan tetap untuk sebuah perusahaan atau instansi, seorang arsitek juga dapat menawarkan jasanya kepada klien secara lepas, atau pekerjaan bebas. Hasil karya arsitektur berupa rumah, apartemen, jembatan, taman, bangunan komersial hingga bangunan bersejarah. Mengacu pada UU Arsitek, ruang lingkup layanan untuk jasa arsitek meliputi penyusunan studi awal arsitektur, perencanaan bangunan dan lingkungannya, pelestarian bangunan gedung dan lingkungannya, perencanaan tata bangunan dan lingkungannya, dan/atau penyusunan perencanaan teknis. Sedangkan layanan praktik arsitek yang dilakukan secara bersama dengan profesi lainnya meliputi perencanaan kota dan tata guna lahan, manajemen proyek dan manajemen konstruksi, pendampingan masyarakat, dan/atau konstruksi lainnya.

Dari mana penghasilan juru gambar bangunan itu? Sebelum menjawabnya, ada baiknya kita ulas terlebih dahulu apa itu penghasilan, dari kacamata ketentuan perpajakan. Penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun.

Sedangkan definisi dari penghasilan dari pekerjaan bebas adalah penghasilan dari pekerjaan yang dilakukan oleh orang pribadi yang mempunyai keahlian khusus sebagai usaha untuk memperoleh penghasilan yang tidak terikat oleh suatu hubungan kerja.

Profesi arsitek tentu memiliki penghasilan sebagai imbalan jasa yang diterima. Hal ini mengacu pada Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-16/PJ/2016 tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi. Terkait ketentuan soal pemotongan PPh Pasal 21 tersebut, telah terbit aturan terbaru, yakni Peraturan Menteri Keuangan Nomor 168 Tahun 2023 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan Pajak Atas Penghasilan Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa Atau Kegiatan Orang Pribadi (PMK 168/2023).

Arsitek dapat digolongkan sebagai bukan pegawai yang termasuk dalam tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, jika dia memberikan jasanya kepada klien tanpa ikatan hubungan kerja alias bukan karyawan. Penghasilan yang sehubungan dengan pekerjaan bebas tersebut berupa imbalan hasil kerja atas layanan, baik dalam penyediaan jasa profesional terkait dengan penyelenggaraan kegiatan arsitek maupun layanan praktik arsitek yang dilakukan bersama dengan profesi lainnya.

Tidak hanya itu, ada juga penghasilan selain dari pekerjaan bebas berupa:

  1. Penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan kerja, misalnya penghasilan yang diterima seorang arsitek yang bekerja sebagai karyawan perusahaan kontraktor.
  2. Penghasilan dalam negeri lainnya yang bersifat tidak final, misalnya arsitek mendapatkan komisi terkait dengan jasa perantara. Seorang arsitek memiliki jaringan klien dan kontraktor yang luas. Salah satu kliennya membutuhkan jasa konstruksi dan arsitek tersebut merekomendasikan atau menghubungkan klien dengan kontraktor yang tepat. Sebagai imbalan atas jasanya sebagai perantara atau penghubung, kontraktor mungkin memberikan komisi kepada arsitek.
  3. Penghasilan dari modal baik yang berupa harta bergerak maupun harta tidak bergerak. Arsitek memperoleh penghasilan bunga (dapat bersumber dari berbagai jenis investasi keuangan yang memberikan imbal hasil dalam bentuk bunga), mendapat royalti atas hak paten yang dimiliki seperti paten desain bangunan atau elemen arsitektur, paten teknologi dalam konstruksi dan bisa juga dari paten alat atau sistem bangunan. Selain itu ada juga penghasilan atas sewa harta selain tanah/bangunan seperti sewa peralatan arsitektur, kendaraan, mesin, atau aset teknologi lain yang dimiliki dan disewakan kepada pihak ketiga. Ada juga penghasilan yang berasal dari keuntungan dari penjualan atau pengalihan harta seperti keuntungan penjualan kendaraan, komputer, alat ukur, software desain berlisensi, drone, atau alat pendukung proyek arsitektur lainnya.

Nah, dari penghasilan-penghasilan tersebut, arsitek memiliki kewajiban sebagai wajib pajak dalam negeri. Jika usaha mencapai omzet Rp4,8 miliar dalam satu tahun pajak, juru gambar bangunan wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak (PKP), untuk menyelenggarakan administrasi pajak pertambahan nilai (PPN), yang meliputi memungut, menyetor, dan melaporkan. Arsitek yang menjadi wajib pajak orang pribadi yang melakukan pekerjaan bebas wajib untuk melakukan pembukuan. Jika penghasilannya di bawah Rp4,8 miliar maka diperbolehkan untuk memilih menggunakan pencatatan.

Aspek Perpajakan

Arsitek memiliki kewajiban untuk melakukan pembayaran, pemotongan/pemungutan, dan pelaporan berbagai jenis pajak, beberapa di antaranya sebagai berikut:

  1. Melakukan pembayaran PPh Pasal 25 atas penghasilan yang diterima selama tahun pajak berlangsung.
    PPh Pasal 25 adalah pajak penghasilan yang dibayarkan secara angsuran selama tahun pajak berlangsung. Seorang arsitek yang memiliki kewajiban perpajakan, terutama jika ia bekerja sebagai profesional independen atau pemilik usaha arsitektur, perlu melakukan pembayaran PPh Pasal 25 atas penghasilan yang diterima selama tahun pajak berlangsung.
  2. Melakukan pemotongan atas PPh Pasal 21 (jika memiliki karyawan).
    Perusahaan milik arsitek yang memiliki karyawan, atau arsitek orang pribadi yang mempekerjakan karyawan harus memotong PPh Pasal 21 atas penghasilan karyawan tersebut. Hal ini karena ia selaku pemberi kerja. PPh Pasal 21 adalah pajak yang dikenakan atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, atau pembayaran lain yang diterima oleh karyawan sebagai imbalan atas pekerjaan yang dilakukan. Sebagai pemberi kerja, arsitek bertanggung jawab untuk memotong PPh Pasal 21 dari penghasilan karyawan, melaporkannya setiap bulan, dan menyetorkannya ke kas negara. Pemotongan ini merupakan bagian dari pelaporan pajak yang harus dilakukan oleh perusahaan atau entitas usaha arsitek setiap bulan. Tarif PPh Pasal 21 dihitung berdasarkan penghasilan karyawan setelah dikurangi dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Sedangkan untuk besaran tarif PPh Pasal 21, tertera dalam Pasal 17 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh), sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
  3. Memungut, menyetor, dan melaporkan PPN apabila telah dikukuhkan sebagai PKP.
    Apabila arsitek terdaftar sebagai PKP, ia diakui oleh pemerintah sebagai wajib pajak yang menjalankan kegiatan usaha dan memiliki kewajiban perpajakan khusus, yaitu PPN. PKP harus mematuhi ketentuan soal PPN atas setiap penyerahan barang dan/atau jasa yang dikenakan pajak. Sebagai PKP, arsitek wajib memungut PPN dari klien atau pelanggan atas jasa yang diberikan. PPN merupakan pajak atas konsumsi yang dikenakan pada setiap transaksi yang melibatkan penyerahan barang dan jasa. Ini berarti ketika arsitek memberikan jasa perencanaan atau desain, ia harus menambahkan PPN sesuai tarif yang berlaku (11% di Indonesia). Arsitek yang merupakan PKP juga wajib menyampaikan surat pemberitahuan (SPT) Masa PPN setiap bulan. Laporan ini berisi informasi tentang PPN yang dipungut dan disetor, serta PPN yang dapat dikreditkan (jika ada) atas pengeluaran yang berkaitan dengan kegiatan usaha.
  4. Melakukan pemotongan atas PPh Pasal 4 ayat (2) jika arsitek ditunjuk sebagai pemotong sebagai penyewa dengan pemilik tempat adalah orang pribadi.
    PPh Pasal 4 ayat (2) mengatur pajak final yang dikenakan atas penghasilan dari sewa harta, termasuk tanah dan bangunan. Tarif pajak untuk PPh Pasal 4 ayat (2) adalah 10% dari jumlah bruto sewa yang dibayarkan. Karena ditunjuk sebagai pemotong pajak, arsitek harus memotong pajak ini dari pembayaran sewa sebelum mentransfer biaya sewa kepada pemilik orang pribadi. 
  5. Menyampaikan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi dengan menggunakan Formulir 1770. Formulir 1770 digunakan oleh wajib pajak orang pribadi yang memiliki penghasilan di atas penghasilan tidak kena pajak (PTKP) atau memiliki penghasilan dari usaha dan pekerjaan bebas, termasuk arsitek yang mungkin menerima honorarium atau imbalan dari proyek-proyek arsitektur. Penggunaan formulir ini memungkinkan arsitek untuk melaporkan penghasilan secara lebih lengkap dan terperinci. Melalui SPT Tahunan 1770, arsitek dapat melaporkan semua penghasilan yang diterima, termasuk gaji, honorarium, komisi, sewa, royalti, dan penghasilan lainnya. Hal ini untuk memastikan bahwa semua sumber penghasilan yang dimiliki arsitek dicatat dengan akurat, sehingga pajak yang terutang dapat dihitung dengan benar.

Selain itu, jasa arsitek juga termasuk salah satu objek PPh Pasal 23. Dalam hal ini, pajak yang dikenakan pada penghasilan atas modal, penyerahan jasa, atau hadiah dan penghargaan selain yang telah dipotong PPh Pasal 21. Nah, bagaimana? Menjadi arsitek seperti Choi Seung Hyo sangat keren bukan? Apalagi jika semua kewajiban perpajakannya sudah dipenuhi, dijamin Choi Seung Hyo pasti kalah pamornya. Oh iya, “Love Next Door” berhasil menyelesaikan paruh pertama penayangannya dengan rating yang sangat kuat lho. Berdasarkan data Nielsen Korea, episode terbarunya mencatatkan rating nasional rata-rata 6,5 persen, meningkat secara signifikan. Banyak pemirsa yang semakin penasaran dengan akhir jalan ceritanya. Meskipun sempat dibuat mewek, semoga kisah mereka berakhir seindah dan secerah posternya ya, he-he-he.

 

*) Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.

Konten yang terdapat pada halaman ini dapat disalin dan digunakan kembali untuk keperluan nonkomersial. Namun, kami berharap pengguna untuk mencantumkan sumber dari konten yang digunakan dengan cara menautkan kembali ke halaman asli. Semoga membantu.