Oleh: Nurrima Ayu Asyifa Wati, pegawai Direktorat Jenderal Pajak

Sistem Inti Administrasi Perpajakan (SIAP), Pembaruan Sistem Inti Administrasi Perpajakan (PSIAP), Core Tax Administration System (CTAS)atau yang lebih karib disebut sebagai Coretax adalah istilah yang sama untuk suatu reformasi di bidang perpajakan yang saat ini tengah disiapkan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Coretax sendiri berfokus pada perancangan ulang proses bisnis, perbaikan basis data, dan pembaruan teknologi dan informasi yang dilakukan oleh DJP.

Saat ini, wajib pajak menggunakan berbagai aplikasi untuk melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya, misalnya e-Reg, DJP Online, e-Nofa, Web e-Faktur, dan beberapa aplikasi lainnya. Bisa dibayangkan bukan bagaimana rumitnya saat ini? Daftar di e-Reg, bayar pajak di e-Billing, lapor Surat Pemberitahuan (SPT) di DJP Online, dan sebagainya. Belum lagi kalau Kawan Pajak berstatus Pengusaha Kena Pajak (PKP). Kawan Pajak harus berurusan dengan E-Nofa, E-Faktur, dan Web Efaktur. Semakin banyak aplikasi, semakin banyak pula user dan password yang harus dihafalkan, fiuh.

Dengan mengusung visi “MANTAP”, Coretax dirancang menjadi sistem perpajakan yang mudah, andal, terintegrasi, akurat, dan pasti. Pada dasarnya, akan ada 21 proses bisnis yang berubah sebagai akibat penerapan Coretax, tetapi hanya 6 di antaranya yang berhubungan langsung dengan wajib pajak. Keenam proses bisnis itu adalah pendaftaran (registrasi) wajib pajak, pembayaran pajak, pelaporan (pengelolaan) surat pemberitahuan, layanan wajib pajak, taxpayer account management (TAM), serta knowledge management system.

Modernisasi sistem perpajakan ini disinyalir dapat berdampak pada peningkatan kepatuhan pajak. Bisakah Coretax mengubah paradigma kepatuhan pajak dari kepatuhan pajak yang dipaksakan (enforced tax compliance) menjadi kepatuhan pajak secara sukarela (voluntary tax compliance)?

Teori Kepatuhan Pajak

Banyak teori yang mengemukakan berbagai faktor yang memengaruhi kepatuhan pajak, salah satunya adalah yang dikemukakan oleh Kirchler (2015). Ia mengkategorikan kepatuhan pajak berdasarkan hubungan antara kekuasaan otoritas pajak dan kepercayaan wajib pajak. Konsep tersebut selanjutnya akan membentuk dua model kepatuhan pajak, yaitu kepatuhan yang dipaksakan (enforced tax compliance) dan kepatuhan sukarela (voluntary tax compliance).

Kepatuhan pajak sukarela bermuara dari dua aspek yaitu legitimate power dan reason-based trust yang akan membentuk suatu iklim bernama iklim pelayanan. Iklim ini ditandai dengan sikap antara wajib pajak dan otoritas pajak yang diibaratkan sebagai “klien dan pelayan”. Di satu sisi, otoritas pajak akan memandang wajib pajak sebagai seorang klien yang mengharapkan dan layak memperoleh layanan secara adil dan profesional. Sementara itu, wajib pajak menganggap otoritas pajak sebagai pihak yang berkompeten sehingga mereka bersedia untuk menunaikan kewajiban untuk memberikan pelayanan kepada mereka.

Berbeda dengan kepatuhan sukarela, kepatuhan pajak yang dipaksakan terbentuk dari satu aspek, yaitu coercive power dan membentuk iklim kepatuhan antagonistik. Iklim ini mengibaratkan hubungan antara wajib pajak dan otoritas pajak sebagai “perampok dan polisi”. Otoritas pajak memandang bahwa wajib pajak selalu mencoba untuk melarikan diri dari kewajiban perpajakannya, apalagi jika biaya kepatuhan (compliance cost) yang harus ditanggung oleh wajib pajak semakin besar.

Biaya Kepatuhan Pajak

Biaya kepatuhan Pajak menurut Sandford (1995) dalam bukunya yang bertajuk “Administrative and Compliance Costs of Taxation” terdiri atas tiga jenis biaya, yaitu biaya langsug (direct money cost), biaya waktu (time cost), dan biaya psikologis (psychological cost).

Pertama, biaya langsung (direct money cost) merupakan biaya yang dikeluarkan oleh wajib pajak yang dapat diukur dengan nominal. Contoh biaya langsung ialah fee konsultan pajak, biaya percetakan dan pengadaan formulir dan kelengkapan permohonan, biaya pengiriman berkas permohonan ke kantor pajak, dan biaya perjalanan ke kantor pajak.

Mari kita lihat kondisi di lapangan. Masih banyak wajib pajak yang mendatangi kantor pelayanan pajak hanya untuk melakukan konsultasi atau sekadar meminta nomor Electronic Filing Identification Number (EFIN) menjelang masa pelaporan SPT Tahunan.

Pada kondisi yang akan datang, dengan adanya Coretax, wajib pajak tidak lagi membutuhkan EFIN untuk pelaporan SPT Tahunan. Kehadiran Coretax berbasis web ini tentu sangat membantu wajib pajak dalam hal pencatatan, penyimpanan, dan penyampaian dokumen. Wajib pajak tidak perlu lagi merogoh kantong untuk ongkos pemenuhan kewajiban perpajakan.

Kedua, biaya waktu (time cost). Biaya waktu merupakan biaya waktu yang terpakai oleh wajib pajak untuk melaksanakan kewajiban perpajakannya. Contoh biaya waktu misalnya waktu berkonsultasi terkait perpajakan, waktu memahami formulir dan melengkapi formulir permohonan, dan waktu yang dikorbankan untuk pergi dan pulang ke kantor pajak.

Coretax menyediakan layanan yang dapat diakses melalui berbagai pilihan saluran (omni channel) dan dapat dilayani di seluruh kantor pelayanan pajak (borderless). Say no more to drama wajib pajak yang harus menghabiskan waktu guna berkunjung ke kantor pajak ataupun menyampaikan berkas permohonan ke kantor pelayanan pajak terdaftar agar dapat ditindaklanjuti.

Ketiga, biaya psikologis (psychological cost). Biaya psikologis dapat diartikan sebagai apa yang dirasakan oleh wajib pajak saat berinteraksi dengan sistem dan otoritas pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya. Emosi yang dimaksud dapat berupa perasaan senang dan puas ketika wajib pajak memperoleh layanan yang baik. Di samping itu, emosi juga bisa berupa perasaan stres, cemas, dan marah ketika mereka tidak mendapatkan pelayanan sebagaimana yang mereka harapkan.

Coretax menawarkan berbagai kemudahan yang dapat diakses oleh wajib pajak dengan sistem otomatis yang terintegrasi. Wajib Pajak tidak lagi mumet untuk menghitung pajak, mengisi formulir, bahkan menyampaikan tanggapan atas Surat Permintaan Penjelasan atas Data dan/atau Keterangan (SP2DK) secara manual karena sistem akan mengakomodasinya.  

Simpulan

Keberadaan Coretax kelak tentu dapat mengikis biaya kepatuhan. Hal ini dapat berimplikasi pada peningkatan kepercayaan wajib pajak kepada otoritas pajak. Wajib pajak akan meyakini bahwa otoritas pajak senantiasa meningkatkan layanan perpajakan agar dapat memudahkan wajib pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya. Dengan demikian, kepatuhan perpajakan yang terbentuk tidak hanya didasarkan pada kekuasaan otoritas pajak semata (enforced tax compliance), tetapi juga terdapat faktor kepercayaan publik terhadap kinerja otoritas pajak yang terus-menerus melakukan perbaikan layanan (voluntary tax compliance).

 

*)Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.

Konten yang terdapat pada halaman ini dapat disalin dan digunakan kembali untuk keperluan nonkomersial. Namun, kami berharap pengguna untuk mencantumkan sumber dari konten yang digunakan dengan cara menautkan kembali ke halaman asli. Semoga membantu.