Oleh: I Gede Suryantara, pegawai Direktorat Jenderal Pajak

 

"Bingung cari tombokan APBN, ibu-ibu yang melahirkan akan dikenai pajak 12% sementara di negara lain ibu yang melahir dapat tunjangan ibu dan anak + gratis biaya rumah sakit". Sebuah narasi yang sempat heboh dan mencuat di Twitter atau X mengenai anggapan biaya melahirkan akan dikenakan pajak. Cuitan tersebut menjadi viral dan dibahas di berbagai media sosial.

Kehebohan ini bisa jadi lantaran kurangnya pemahaman mengenai pengenaan pajak pada beberapa pemberian jasa, termasuk jasa pelayanan kesehatan medis. Pajak yang berkaitan dengan kehebohan tersebut adalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Hal ini berhubungan dengan pembebanan pengenaan PPN oleh pemberi jasa kepada pengguna jasa atau konsumen.

Tidak semua jasa yang diterima oleh konsumen harus dkenakan pajak, atau dengan kata lain dibebaskan dari PPN. Salah satu jenis jasa yang dibebaskan dari pengenaan PPN adalah jasa pelayanan kesehatan medis. Pemberian pembebasan tersebut berkenaan dengan peran strategis jasa yang diberikan kepada konsumen.

Mengurai pembahasan mengenai hal tersebut maka perlu memahami makna kesehatan dalam pembangunan manusia Indonesia. Makna ini tertuang dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (UU Kesehatan). Ada beberapa hal yang mendasari mengapa jasa pelayanan kesehatan medis mendapatkan fasilitas dibebaskan dari pengenaan PPN.

Pasal 3 UU Kesehatan mengatur bahwa pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis. Setiap warga negara berhak atas pelayanan kesehatan. Mengacu ke hal tersebut, UU Kesehatan juga mengamanatkan kepada pemerintah untuk mengupayakan pelayanan kesehatan yang merata dan terjangkau.

Pembebasan Pajak

Salah satu upaya pemerintah untuk mendukung pembangunan kesehatan adalah melalui fasilitas perpajakan berupa pembebasan PPN. Jasa pelayanan kesehatan merupakan salah satu bentuk jasa yang pemanfaatannya menyangkut hajat hidup orang banyak. Selain, tentunya fasilitas perpajakan untuk jasa bidang pendidikan, pengembangan agama, dan jasa yang bersifat nonkomersial.

Pemberian fasilitas PPN sudah diberikan sejak lama. Fasilitas ini mengacu pada peraturan perundang-undangan, yakni Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (UU PPN/PPnBM), sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

Pasal 16B UU PPN/PPnBM jo. UU HPP mengatur bahwa pajak terutang tidak dipungut sebagian atau seluruhnya atau dibebaskan dari pengenaan pajak untuk beberapa hal. Salah satunya adalah jasa pelayanan kesehatan medis tertentu dan yang berada dalam sistem program jaminan kesehatan nasional. Disebutkan pula bahwa tujuan pemberian fasilitan tersebut adalah berkaitan dengan mendukung tersedianya barang dan jasa tertentu yang bersifat strategis dalam rangka pembangunan nasional.

Lebih lanjut mengenai penegasan pengenaan PPN pada jasa pelayanan kesehatan medis dituangkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2022 tentang Pajak Pertambahan Nilai Dibebaskan dan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Tidak Dipungut Atas Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu dan/atau Penyerahan Jasa Kena Pajak Tertentu dan/atau Pemanfaatan Jasa Kena Pajak Tertentu Dari Luar Daerah Pabean (PP 49/2022). PP 49/2022 memerinci penjelasan dan jenis jasa yang mendapatkan fasilitas PPN.

Pasal 10 PP 49/2022 menyebutkan bahwa jasa kena pajak tertentu yang bersifat strategis yang atas penyerahannya di dalam daerah pabean atau pemanfaatannya dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean dibebaskan dari pengenaan PPN, di antara jasa pelayanan kesehatan medis. Pasal 11 PP 49/2022 menjelaskan secara detail apa saja jenis jasa kesehatan medis yang dibebaskan dari pengenaan PPN seperti dokter umum, dokter spesialis, ahli kesehatan, kebidanan, perawat, dan psikiater, serta jasa fasilitas kesehatan yang disediakan rumah sakit, rumah bersalin, dan lain-lain.

Kesimpulan

Berkaca pada cuitan yang sempat viral dikarenakan bahwa jasa pelayanan kesehatan medis dalam ketentuan terbaru termasuk kategori objek PPN. Namun, dalam peraturan lebih lanjut dijelaskan bahwa jasa pelayanan kesehatan medis tersebut dibebaskan dari pengenaan PPN. Dengan kata lain pengguna jasa atau masyarakat yang menerima pelayanan kesehatan medis seperti di rumah sakit atau di rumah bersalin, tidak dibebani PPN.

Edukasi mengenai berbagai kebijakan perpajakan, khususnya yang menyangkut hajat hidup orang banyak dan dukungan terhadap pembangunan, perlu terus digaungkan. Berbagai media yang ada dapat menjadi sarana menyampaikan informasi perpajakan secara benar agar informasi yang disampaikan tidak sesat jalan dan tidak sesat pikir. Agar tidak turut serta menyebarkan atau termakan hoaks, mari budayakan saring sebelum keburu sharing.

 

*) Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.

Konten yang terdapat pada halaman ini dapat disalin dan digunakan kembali untuk keperluan nonkomersial. Namun, kami berharap pengguna untuk mencantumkan sumber dari konten yang digunakan dengan cara menautkan kembali ke halaman asli. Semoga membantu.