Mengenal Pemeriksaan Bukti Permulaan, Akar Penyidikan Tindak Pidana Perpajakan
Oleh: Devitasari Ratna Septi Aningtiyas, pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Memasuki awal tahun 2024 dalam kalender Masehi dan menjelang awal tahun Naga Kayu dalam kalender Tiongkok ini, saya mengajak #KawanPajak yang membaca tulisan ini untuk membuka laman https://pajak.go.id/siaran-pers-page/ kemudian pilih siaran pers yang mengandung judul “tindak pidana perpajakan”, “pidana”, “penyidikan”, “kasus”, atau “faktur fiktip”. Apa yang #KawanPajak temukan? Jawabannya adalah ya, beragam jenis kasus tindak pidana perpajakan yang terjadi di Indonesia selama ini.
Pasti #KawanPajak bertanya-tanya bagaimana hal tersebut dapat terjadi. Nah, saya akan bercerita tentang pemeriksaan pajak terlebih dahulu. Pasti sebagian pembaca merasa kaget karena awal tahun yang harusnya santai, tetapi malah harus membaca tentang pemeriksaan pajak. Ngeri! Tenang #KawanPajak, saya akan bercerita tentang pemeriksaan bukti permulaan sebagai pengantar untuk mengetahui kasus tindak pidana perpajakan yang belum banyak diketahui oleh wajib pajak. Simak, ya.
Baca juga:
[SIARAN PERS] Penyidik Suluttenggomalut Serahkan Tersangka Tindak Pidana Perpajakan
[SIARAN PERS] Kanwil DJP Bengkulu-Lampung Limpahkan Kasus Tindak Pidana Perpajakan
[SIARAN PERS] Awal Tahun 2024, PPNS DJP Jaksel II Serahkan Tersangka Pidana Pajak ke Kejari Jakarta Selatan
[SIARAN PERS] Jatim I Serahkan Tersangka Pidana Perpajakan ke Kejari Surabaya
[SIARAN PERS] Kejati Banten Nyatakan Berkas Tindak Pidana Perpajakan PT BAPI Lengkap
Tindak Pidana Perpajakan
Dimulai dari adanya dugaan tindak pidana perpajakan, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) berwenang untuk melakukan pemeriksaan bukti permulaan terhadap wajib pajak baik Wajib Pajak Orang Pribadi maupun Wajib Pajak Badan. Apakah tindak pidana perpajakan itu?
Tindak pidana perpajakan adalah perbuatan yang diancam dengan sanksi pidana sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP), Undang-Undang Pajak Bumi dan Bangunan (UU PBB), Undang-Undang Bea Meterai, Undang-Undang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (UU PPSP), dan Undang-Undang Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan.
Salah satu contohnya adalah Pasal 39 ayat (1) huruf d Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang (UU Ciptaker) apabila wajib pajak dengan sengaja menyampaikan surat pemberitahuan dan/atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap.
Baca juga:
Wajib Pajak Badan Dapat Dikenakan Hukum Pidana?
Penyidikan In Absentia Pertama di Indonesia
Pemeriksaan Bukti Permulaan
Nah, tindak pidana perpajakan ini berawal dari dugaan fiskus (pegawai Direktorat Jenderal Pajak/DJP) tentang kondisi/aktivitas wajib pajak yang diperoleh dari pemeriksaan bukti permulaan. Sebagaimana diatur pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor PMK-177/PMK.03/2022 tentang Tata Cara Pemeriksaan Bukti Permulaan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan, pemeriksaan bukti permulaan adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk mendapatkan bukti permulaan tentang adanya dugaan telah terjadi tindak pidana di bidang perpajakan.
Bukti permulaan sendiri merupakan keadaan, perbuatan, dan/atau bukti berupa keterangan, tulisan, atau benda yang dapat memberikan petunjuk adanya dugaan kuat bahwa sedang atau telah terjadi suatu tindak pidana di bidang perpajakan yang dilakukan oleh siapa saja yang dapat menimbulkan kerugian pada penerimaan negara. Tolong dicatat ya #KawanPajak, tindak pidana yang dapat menimbulkan kerugian pada penerimaan negara.
Pemeriksaan bukti permulaan ini dilakukan oleh Penyidik Pengawai Negeri Sipil (PPNS) di lingkungan DJP yang tercantum pada Surat Perintah Pemeriksaan Bukti Permulaan (SPPBP) atas dugaan wajib pajak yang dilakukan pada masa pajak, bagian tahun pajak, atau tahun pajak baik yang belum maupun telah diterbitkan surat ketetapan pajak. Pemeriksaan bukti permulaan dilaksanakan paling lama 12 bulan sejak penyampaian SPPBP ke wajib pajak yang sedang diperiksa.
Apa saja yang dilakukan ketika pemeriksaan bukti permulaan? PPNS DJP akan melakukan analisis terhadap data dan informasi yang diperoleh baik secara fisik maupun digital dari wajib pajak maupun sumber informasi tepercaya dan resmi lainnya. PPNS DJP juga dapat melakukan klarifikasi kepada wajib pajak dan pemangku kepentingan wajib pajak seperti lawan transaksi atau pengurus badan usaha.
Kegiatan pemeriksaan bukti permulaan akan menghasilkan Kertas Kerja Pemeriksaan dan Laporan Pemeriksaan Bukti Permulaan dengan beberapa opsi hasil antara lain dilanjutkan ke penyidikan apabila wajib pajak diindikasi kuat melakukan tindak pidana perpajakan, wajib pajak melakukan pengungkapan ketidakbenaran kepada DJP atas dugaan yang dilakukan, dan penghentian pemeriksaan.
Kewajiban saat Diperiksa
Ketika sedang dilakukan pemeriksaan bukti permulaan, wajib pajak harus melakukan beberapa hal ini. Pertama, wajib pajak harus memberikan kesempatan kepada PPNS DJP untuk memasuki dan/atau memeriksa tempat atau ruangan tertentu, barang bergerak,dan/atau barang tidak bergerak yang diduga atau patut diduga digunakan untuk menyimpan bahan bukti. Kedua, wajib pajak harus memberikan kesempatan kepada PPNS DJP untuk mengakses dan/atau mengunduh data elektronik. Ketiga, wajib pajak harus memperlihatkan dan/atau meminjamkan bahan bukti kepada PPNS DJP. Keempat, wajib pajak memberikan keterangan lisan dan/atau tertulis kepada PPNS. Terakhir, wajib pajak memberikan bantuan kepada PPNS DJP guna kelancaran pemeriksaan bukti permulaan.
Selain hal di atas, wajib pajak juga dapat meminta PPNS DJP menyampaikan Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Bukti Permulaan, Surat Pemberitahuan Surat Perintah Pemeriksaan Bukti Permulaan Perubahan, Surat Pemberitahuan Perpanjangan Jangka Waktu Pemeriksaan Bukti Permulaan, Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan Bukti Permulaan, Pemeriksaan Bukti Permulaan, atau Pemberitahuan Perubahan Tindak Lanjut Pemeriksaan Bukti Permulaan, melihat kartu tanda pengenal Pemeriksa Bukti Permulaan, melihat Surat Perintah Pemeriksaan Bukti Permulaan atau Surat Perintah Pemeriksaan Bukti Permulaan Perubahan, dan menerima kembali Bahan Bukti yang telah dipinjam ketika Pemeriksaan Bukti Permulaan selesai dilaksanakan.
Kegiatan pemeriksaan bukti permulaan ini dilakukan oleh DJP tentunya untuk memberikan kepastian dan keadilan hukum kepada wajib pajak yang diduga merugikan penerimaan negara sehingga menimbulkan efek jera ke depannya.
*) Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.
Konten yang terdapat pada halaman ini dapat disalin dan digunakan kembali untuk keperluan nonkomersial. Namun, kami berharap pengguna untuk mencantumkan sumber dari konten yang digunakan dengan cara menautkan kembali ke halaman asli. Semoga membantu.
- 852 kali dilihat