Body

Undang-Undang PPN mendefinisikan Pengusaha Kena Pajak (PKP) sebagai pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP) yang dikenai pajak sesuai dengan Undang-Undang PPN. Dalam peraturan tersebut, pengusaha wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP bila melakukan penyerahan BKP/JKP di dalam daerah pabean atau melakukan ekspor BKP, JKP, dan ekspor BKP tidak berwujud.

Instansi pemerintah merupakan salah satu yang ditunjuk sebagai pemungut PPN yang terutang atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/ atau Jasa Kena Pajak oleh PKP Rekanan Pemerintah kepada Instansi Pemerintah. Instansi Pemerintah wajib memungut, menyetor, dan melaporkan PPN yang terutang.

Untuk mengetahui serba-serbi seputar PPN, Anda dapat mengakses https://pajak.go.id/index-belajar-pajak pada segmen Pajak Pertambahan Nilai.

Mekanisme Pemungutan PPN

Jika Anda adalah instansi pemerintah, mekanisme pemungutan PPN oleh adalah sebagai berikut:

  1. PKP rekanan pemerintah membuat faktur pajak dan SSP saat memberikan tagihan kepada bendahawaran pemerintah atau KPKN baik untuk sebagian maupun seluruh pembayaran.
  2. Rekanan menerbitkan faktur pajak dengan kode transaksi "02".
  3. Apabila pembayaran diterima sebelum penagihan atau sebelum penyerahan BKP/JKP, Faktur pajak wajib diterbitkan saat pembayaran diterima.
  4. Faktur Pajak dan SSP merupakan bukti pemungutan dan penyetoran PPN atau PPnBM.
  5. Apabila penyerahan BKP tertutang PPnBM maka PKP rekanan pemerintah mencantumkan jumlah PPnBM yang terutang pada faktur pajak.
  6. Faktur pajak memiliki 3 rangkap (Lembar pertama untuk bendahara, lembar kedua untuk arsip PKP rekanan pemerintah , lembar ketiga untuk KPP melalui bendahara pemerintah).
  7. Rekanan mengisi SSP dengan menyertakan NPWP dan identitas PKP Rekanan Pemerintah yang bersangkutan.
  8. Penandatanganan SSP dilakukan oleh bendahara pemerintah/ KPPN sebagai penyetor atas nama PKP rekanan pemerintah.
  9. Lembar faktur pajak yang dipungut oleh bendahawaran pemerintah wajib disertakan cap “Disetor tanggal dan ditandatangani oleh bendahara pemerintah".
  10. Jika pemungutan PPN oleh bendahara pemerintah dibuat dalam rangkap 5 setelah PPN dan PPnBM disetor ke kantor pos atau Bank Persepsi, maka lembar-lembar tersebut diperuntukkan: (lembar pertama untuk PKP Rekanan, lembar kedua untuk Kantor Pelayanan Pajak melalui Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara, lembar ketiga untuk PKP rekanan dan dilampirkan pada SPT Masa PPN, lembar keempat untuk Bank Persepsi/Kantor pos/ pertinggal untuk Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara dan lembar kelima digunakan sebagai arsip bagi bendahara.
  11. Jika pemungutan PPN oleh bendaharawan negara dibuat dalam 4 rangkap, maka lembaran-lembaran tersebut akan diperuntukan: lembar pertama untuk PKP rekanan pemerintah, lembar kedua untuk KPP melalui Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara, lembar ketiga untuk PKP rekanan pemerintah dilampirkan pada SPT masa PPN, lembar keempat sebagai arsip bagi KPPN (bendaharawan negara).
  12. Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara memberikan cap “Telah DIbubukan” pada SSP lembar pertama dan lembar kedua.
  13. Bendaharawan Negara yang melakukan pemungutan mencantumkan nomor dan tanggal advis SPM pada setiap Faktur Pajak dan SSP.
  14. Jenis pajak PPN Dalam Negeri, menggunakan kode akun pajak 411211 dengan kode jenis setoran 910 untuk pengisian SSP.

PPN Tidak Dipungut Instansi Pemerintah

PPN tidak dipungut oleh Instansi Pemerintah apabila:

  1. pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp2.000.000,00 (dua juta rupiah) tidak termasuk jumlah PPN atau PPN dan PPnBM yang terutang, dan bukan merupakan pembayaran yang dipecah dari suatu transaksi yang nilai sebenarnya lebih dari Rp2.000.000,00 (duajuta rupiah);
  2. pembayaran dengan kartu kredit pemerintah atas belanja Instansi Pemerintah Pusat sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai tata cara pembayaran dan penggunaan kartu kredit pemerintah;
  3. pembayaran untuk pengadaan tanah;
  4. pembayaran atas penyerahan bahan bakar minyak dan bahan bakar bukan minyak oleh PT Pertamina (Persero);
  5. pembayaran atas penyerahan jasa telekomunikasi oleh perusahaan telekomunikasi;
  6. pembayaran atas jasa angkutan udara yang diserahkan oleh perusahaan penerbangan; dan/ atau pembayaran atas penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak yang menurut ketentuan perundang-undangan di bidang perpajakan, mendapat fasilitas PPN tidak dipungut atau dibebaskan dari pengenaan PPN.

Fasilitas PPN Pada Masa Pandemi

Sehubungan dengan dampak penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-19), masih tetap diperlukan kebijakan untuk melindungi kesehatan dan keselamatan jiwa masyarakat, serta melindungi sektor usaha, melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 143/PMK.03/2020 memberikan insentif PPN kepada:

  1. Pihak Tertentu atas impor atau perolehan Barang Kena Pajak, perolehan Jasa Kena Pajak, dan/ a tau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;
  2. Industri Farmasi Produksi Vaksin dan/ atau Obat atas impor atau perolehan bahan baku vaksin dan/atau obat untuk penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19); dan
  3. Wajib Pajak yang memperoleh vaksin dan/atau obat untuk  penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dari Industri Farmasi Produksi Vaksin dan/ atau Obat sebagaimana dimaksud pada huruf b,

yang diperlukan dalam rangka penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) sejak Masa Pajak April 2020 sampai dengan Masa Pajak Desember 2020. Pemberian fasilitas ini diberlakukan untuk PPN yang terutang atas:

  1. impor Barang Kena Pajak yang diperlukan dalam rangka penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) oleh Badan/Instansi Pemerintah, Rumah Sakit atau pihak lain, tidak dipungut sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
  2. penyerahan Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak yang diperlukan dalam rangka penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) oleh Pengusaha Kena Pajak kepada Badan/Instansi Pemerintah, Rumah Sakit atau pihak lain, ditanggung pemerintah; dan
  3. pemanfaatan Jasa Kena Pajak yang diperlukan dalam rangka penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean oleh Pihak Tertentu Badan/Instansi Pemerintah, Rumah Sakit atau pihak lain, ditanggung pemerintah.
  4. impor bahan baku untuk produksi vaksin dan/atau obat untuk penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) oleh Industri Farmasi Produksi Vaksin dan/ atau Obat, ditanggung pemerintah;
  5. penyerahan bahan baku untuk produksi vaksin dan/atau obat untuk penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) oleh Pengusaha Kena Pajak kepada Industri Farmasi Produksi Vaksin dan/atau Obat, ditanggung pemerintah;
  6. penyerahan vaksin dan/ atau obat untuk penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) oleh Industri Farmasi Produksi Vaksin dan/atau Obat, ditanggung pemerintah.