Oleh: Afrialdi Syah Putra Lubis, pegawai Direktorat Jenderal Pajak

 

Kopi menjadi salah satu hasil perkebunan primadona saat ini dan sumber devisa negara dalam beberapa tahun terakhir di bawah kelapa sawit. Itu dibuktikan dengan semakin ramainya kedai kopi dengan merek lokal bermunculan di Indonesia. Kemunculan para kedai kopi ini mencoba untuk bersaing dengan merek minuman kopi berkonsep waralaba yang sudah memilliki ribuan kedai di Indonesia dan tentunya membuat pilihan para penikmat minuman kopi menjadi lebih heterogen. Konsumen yang semakin beaneka ragam menjadi pemicu munculnya para usahawan muda yang mulai berani berinvestasi ke dalam usaha food and beverage ini. Bagaimana tidak, berbekal koneksi yang luas dan pemahaman tentang biji kopi atau bahasa kerennya "bean" para pengusaha muda sudah berani berkecimpung di bisnis ini.

Investasi juga tidak hanya di sisi kedai kopi, melainkan dari sisi hulu kopi itu sendiri, yakni perkebunan. Supply and demand membuat para pemilik lahan mengalihkan fungsi lahannya menjadi perkebunan kopi. Terlebih lahan yang berada di kawasan dataran tinggi karena umumnya tanaman kopi dapat tumbuh maksimal di tempat ini. Banyaknya sumber biji kopi dari berbagai daerah di Indonesia memberikan diversifikasi menu yang disajikan oleh kedai kopi kepada para pelanggan. Tetapi ada satu minuman yang tidak pernah absen pada setiap menu di kedai kopi. Minuman tersebut adalah kopi espreso.

Asal Mula

Espreso yang berasal dari bahasa Italia yang bermakna "menjadi cepat" merupakan biji kopi pertama yang disajikan lewat mesin kopi uap. Ia ditemukan oleh Luigi Bezzera pada awal abad ke-20. Penemuan espreso berawal dari pertanyaan, bagaimana cara membuat kopi lebih cepat? Hasil penemuannya dengan menambahkan sedikit tekanan uap pada mesin dapat menghasilkan cairan dari biji kopi menjadi lebih cepat. Dampak lebih cepat ini membuat Bezzera menamakan minuman kopi tersebut sebagai espreso.

Bagi penikmat kopi, espreso tetap menjadi primadona dalam setiap pilihan meskipun ekspansi minuman kopi di beberapa kedai kopi, espreso masih tetap dicari karena merupakan minuman kopi yang tidak merubah warna dari kopi itu sendiri, hitam, pekat, dan sari pati pertama dari hasil perubahan bubuk kopi menjadi cairan kopi.

Bagi pengusaha kedai kopi, diversifikasi minuman kopi sebagai bagian dari strategi untuk meningkatkan jumlah pengunjung dan pastinya meningkatkan omzet. Hal ini karena tidak semua penikmat kopi ingin selalu menyesap kopi espreso setiap kali memesan. Strategi ini terbukti berdampak positif. Beberapa kedai kopi baik dengan merek lokal maupun berbentuk waralaba sudah mulai ramai di Indonesia dan pasar kopi saat ini tidak lagi didominasi oleh kaum pria saja.

Berdasarkan data yang dilansir laman insight.toffin.id, jumlah kedai kopi di Indonesia meningkat secara signifikan dalam tiga tahun terakhir. Hasil riset Toffin bersama Majalah Mix menunjukkan jumlah kedai kopi di Indonesia pada Agustus 2019 mencapai lebih dari 2.950 kedai. Angka ini meningkat hampir tiga kali lipat dibandingkan pada 2016 yang hanya sekitar 1.000. Peningkatan jumlah kedai kopi ini juga berpengaruh positif terhadap konsumsi kopi domestik. Data Tahunan Konsumsi Kopi Indonesia 2019 yang dikeluarkan oleh Global Agricultural Information Network menunjukkan proyeksi konsumsi domestik pada 2019/2020 mencapai 294.000 ton atau meningkat sekitar 13,9% dibandingkan konsumsi pada 2018/2019 yang mencapai 258.000 ton. Jika setengah dari kedai yang ada di Agustus 2019 tersebut dimiliki oleh orang pribadi, maka  ada 1.475 wajib pajak yang memiliki Klasifikasi Lapangan Usaha (KLU) yang sama dan sebanyak 1.475 menjadi wajib pajak aktif yang berpotensi memberikan penerimaan kepada negara.

Kewajiban Perpajakan

Meningkatnya konsumsi kopi di Indonesia membuat para investor mulai melirik bisnis ini. Sudah banyak kita temukan kedai kopi berkonsep waralaba yang bernaung di bawah legalitas sebuah badan usaha dan kepemilikan bentuk usaha secara perorangan. Kedua bentuk usaha tersebut dari sisi perpajakan memiliki cara perhitungan dan tarif yang berbeda. Wajib pajak berbentuk badan, dengan omset di bawah Rp4,8 miliar menggunakan tarif 0,5 persen dari omzet untuk pembayaran pajak penghasilan (PPh). Fasilitas tarif UMKM 0,5% ini beragam jangka waktunya. Bagi wajib pajak berbentuk Persekutuan Komanditer (CV) penggunaan tarif ini dapat digunakan selama empat tahun pajak pasca-terdaftar sebagai wajib pajak; sedangkan bagi wajib pajak berbentuk Perseroan Terbatas (PT) berlaku selama tiga tahun pajak.

Lalu bagaimana bentuk usaha yang dimiliki perorangan atau orang pribadi? Hal ini diatur dalam Peraturan  Pemerintah Nomor 55  Tahun 2022 tentang Penyesuaian Pengaturan di Bidang Pajak Penghasilan. Wajib pajak orang pribadi berbentuk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dengan omzet sampai dengan 500 juta rupiah dalam setahun dibebaskan dari kewajiban pembayaran pajak penghasilan (PPh). Dengan demikian, dia hanya memiliki kewajiban melaporkan omzet ke dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Orang Pribadi.

Namun jika omzet sudah menyentuh nilai 500 juta rupiah sebelum akhir tahun, wajib pajak hanya berkewajiban melakukan pembayaran PPh dari nilai omzet setelah melewati nilai 500 juta rupiah tersebut. Seluruh pelaku usaha pasti mengaminkan jika omzet mereka dalam setahun dapat menyentuh angka lebih dari 500 juta rupiah. Meskipun pada akhirnya harus menjalankan kewajiban pembayaran, menembus omzet di atas 500 juta rupiah merupakan capaian yang jelas diharapkan bagi seluruh UMKM. Soalnya, usaha tidak sekadar tentang kewajiban membayar pajak.

Fasilitas ini jelas berpengaruh positif bagi pemilik usaha orang pribadi untuk dapat bersaing dari sisi harga di pasar minuman kopi di Indonesia. Usaha UMKM mungkin saja kalah dari segi modal dengan usaha yang berbentuk badan usaha, namun bukan berarti para pengusaha ini tidak dapat bersaing di pasar lokal dan pasar domestik. Tidak membayar PPh ini juga membuat persaingan minuman kopi merek lokal dengan kopi waralaba menjadi cukup bersaing di tengah fasilitas dan diskon yang diberikan oleh minuman kopi dengan nama besar.

Meskipun fasilitas ini hanya berlaku selama tujuh tahun pajak sejak terdaftar sebagai wajib pajak, setidaknya fasilitas ini dapat mereduksi pengeluaran bagi usaha wajib pajak orang pribadi untuk dapat berpeluang melakukan pengembangan usaha. Jika fasilitas tidak membayar PPh sudah selesai, setidaknya para pelaku UMKM sudah menempelkan rasa kopi pada lidah konsumen mereka. Jika sudah melekat dalam rasa dan ingatan, pemilik kedai kopi hanya cukup menunggu konsumen datang lagi ke gerainya.

Jika kedai kopi favoritmu memberikan diskon pada secangkir kopi espresomu saat ini, selamat bahwa kamu juga menikmati fasilitas yang diberikan negara kepada masyarakatnya. Bisa jadi mereka mampu memberi diskon lantaran beban pajak yang ringan.

 

*) Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.

Konten yang terdapat pada halaman ini dapat disalin dan digunakan kembali untuk keperluan nonkomersial. Namun, kami berharap pengguna untuk mencantumkan sumber dari konten yang digunakan dengan cara menautkan kembali ke halaman asli. Semoga membantu.