Pajak Menzalimi Rakyat (?)

Oleh: Lindarto Akhir Asmoro, Pegawai Direktorat Jenderal Pajak

Gua kadang gak ngerti ya, Kenapa sih negara ini mungut pajak? Apa-apa kena pajak semua. Dari kita bangun tidur beli sarapan kena pajak, beli buku buat bacaan kena pajak, gua kerja cari duit, pas gajian kena pajak juga, pulang kerja gua ngopi, eh kena pajak juga. Jangan jangan nanti kita mati pun harus bayar pajak lagi,” tawa pun pecah diantara penonton, disertai dengan sedikit renungan seakan-akan tidak percaya bahwa selama ini telah banyak uang yang dikeluarkan hanya untuk membayar pajak. Itulah salah satu materi stand-up comedy di salah satu coffee shop.

Dari sisi masyarakat yang belum berkenalan dengan pajak, hal seperti ini sangat jamak kita temui. Mereka menganggap negara telah “menzalimi” warganya dengan membayar berbagai macam pajak. Mulai dari penghasilan yang akan dikenakan Pajak Penghasilan, pembelian barang-barang yang dikenakan Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Restoran, Pajak Hiburan, Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Materai, serta mungkin ada jenis pajak lain di masa yang akan datang yang akan muncul sesuai perubahan jaman.

Anggapan para “nyinyirer” pajak ini memang tidak sepenuhnya salah, karena pajak merupakan iuran wajib yang dikenakan secara paksa terhadap warga negara. Obyek pengenaan pajak memang bermacam macam. Bahkan Albert Einstein mungkin juga tidak hafal dalam menyebutkannya karena saking banyak dan luasnya jenis subyek dan obyek pajak. Tidak salah juga apabila ada yang menyebut bahwa dari kita lahir sampai mati pun kita selalu bayar pajak. Mereka seringkali mempertanyakan uang yang telah dibayar ini sebenarnya untuk apa, jangan-jangan hanya untuk membayar gaji pegawai pajak yang sangat fantastis nominalnya. Hal inilah yang menyebabkan masyarakat secara umum enggan membayar pajak.

Sebenarnya membayar pajak ini seperti iuran RT. Warga membayar iuran yang nominalnya telah ditetapkan, pun waktunya juga telah ditetapkan. Adakalanya mingguan, atau yang paling umum adalah bulanan. Uang ini digunakan untuk kas RT, untuk pemeliharaan taman, kebersihan musala, pengelolaan sampah, kebersihan lingkungan bahkan pengerasan jalan, dan pembangunan gorong-gorong di kompleks perumahan. Apabila ada warga yang tidak membayar iuran ini, maka yang bersangkutan harus melunasi dan mendapat sanksi sosial. Jadi, membayar pajak itu sama dengan membayar iuran RT hanya saja ruang lingkupnya lebih luas yaitu rumah tangga negara Indonesia.

Negara indonesia membutuhkan dana untuk membangun infrastruktur, menggaji abdi negara (Aparatur Sipil Negara), mendirikan rumah sakit, mendirikan sekolah, dan berbagai fasilitas umum lainnya untuk menjamin kesejahteraan seluruh rakyat. Maka dapat diambil kesimpulan bahwa dana yang dibayarkan oleh rakyat akan digunakan lagi untuk meningkatkan kemakmuran rakyat. Untuk membiayai semua kebutuhan tersebut, negara memerlukan dana yang berasal dari iuran seluruh warga negara Indonesia, yang lazim kita sebut dengan “pajak”. (*)

*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi dimana penulis bekerja