Oleh: Tri Juniati Andayani, pegawai Direktorat Jenderal Pajak

 

Pada 19 Juni 2024, Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Jakarta Gambir Dua dan KPP Pratama Jakarta Gambir Tiga mengadakan penyembelihan hewan kurban. Tahun ini hewan yang dikurbankan terdiri dari enam kambing dan satu sapi, dari para pegawai dua KPP tersebut. Saat penyembelihan, saya dan beberapa teman asyik berdiskusi tentang aspek perpajakan hewan kurban. Dari situ, saya berpikir tentang aspek apa saja yang terkait dengan jual dan beli hewan kurban.

Kebetulan, sebelah saya pegawai KPP Pratama Jakarta Gambir Tiga. Dia menjelaskan bahwa ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu terkait pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penghasilan (PPh).

Aspek PPh

Bagi wajib pajak orang pribadi atau wajib pajak badan yang melakukan penjualan hewan kurban, ini menambah penghasilan dan dapat menjadi objek PPh. Hal ini sesuai Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh), sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang (UU Ciptaker). Beleid tersebut menjelaskan bahwa objek pajak adalah penghasilan. Penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun. Oleh karena itu, bagi wajib pajak orang pribadi atau wajib pajak badan yang memiliki usaha perdagangan hewan kurban dan mendapatkan keuntungan dari penjualannya itu, atas tambahan penghasilan tersebut merupakan objek pajak penghasilan.

Wajib pajak dapat menjalankan kewajiban perpajakannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Misalnya, wajib pajak orang pribadi yang omzet/peredaran usaha/peredaran brutonya di bawah 4,8 miliar rupiah dapat menjalankan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2022 tentang Penyesuaian Pengaturan di Bidang Pajak Penghasilan (PP 55/2022). Dalam Pasal 60 ayat (2), wajib pajak orang pribadi yang memiliki peredaran bruto tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (1) huruf a, atas bagian peredaran bruto dari usaha sampai dengan 500 juta rupiah dalam tahun pajak tidak dikenai PPh. Artinya, wajib pajak orang pribadi yang peredaran usahanya di bawah 500 juta rupiah tidak dikenakan pajak penghasilan. Jika ada wajib pajak orang pribadi yang memiliki usaha jual dan beli hewan kurban serta usahanya di bawah 500 juta rupiah, ia tersebut tidak ada kewajiban pembayaran pajak.

Contohnya seperti ini. Supri adalah peternak sapi dan kambing. Supri memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dengan status NPWP aktif/normal. Pada 10 Juni 2024, Supri menjual dua sapi dan tiga kambing yang akan digunakan untuk kurban. Dari penjualan ternak tersebut, Supri mendapat penghasilan sebesar 59 juta rupiah. Lima puluh sembilan juta rupiah itu adalah peredaran usaha Supri dalam bulan Juni. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya, Supri berjualan sayur dan mayur di pasar. Penghasilan kotor per bulan Supri sebagai pedagang sayur adalah 10 juta rupiah. Jadi, peredaran usaha Supri dari Januari sampai Desember 2024 adalah 120 juta rupiah ditambah dengan 59 juta rupiah, sama dengan 179 juta rupiah. Karena peredaran usaha Supri masih di bawah 500 juta rupiah, Supri tidak ada kewajiban membayar pajak penghasilan. Kewajiban Supri hanya melaporkan penghasilan tersebut di Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Tahun Pajak 2024.

Pertanyaan berikutnya yang saya ajukan ke teman saya adalah kewajiban perpajakan untuk wajib pajak badan yang memiliki usaha jual dan beli hewan ternak itu seperti apa. Wajib Pajak Badan juga memiliki kewajiban yang sama dengan Wajib Pajak Orang Pribadi, yaitu pembayaran dan pelaporan. Sesuai dengan UU PPh jo. UU Ciptaker, wajib pajak badan memiliki sejumlah kewajiban yang harus dilaporkan dan dibayarkan. Kewajiban perpajakan dimaksud antara lain PPh Badan, PPh Pasal 21, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23, PPh Pasal 25, PPh Pasal 26, PPh Pasal 29, PPh Pasal 4 ayat (2), PPh Pasal 15, Pajak Pertambahan Nilai (PPN), dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM). Pajak yang terkait dengan penjualan hewan kurban adalah PPh Badan, PPh Pasal 25, PPh Pasal 4 ayat (2), dan PPN.

Wajib pajak badan yang peredaran usahanya kurang dari 4,8 miliar rupiah dapat menggunakan ketentuan sesuai dengan PP 55/2022 sebagaimana Wajib Pajak Orang Pribadi. Namun, ketentuan penggunaan tarif tersebut ada batas waktunya, yaitu tujuh tahun untuk wajib pajak orang pribadi, empat tahun untuk wajib pajak badan berbentuk koperasi, CV, atau firma, serta tiga tahun untuk wajib pajak badan berbentuk perseroan terbatas. Perusahaan yang peredaran usahanya lebih dari 4,8 miliar rupiah dapat menggunakan ketentuan angsuran PPh Pasal 25 UU PPh jo. UU Ciptaker.

Aspek PPN

Untuk penyerahannya, jual dan beli hewan kurban dibebaskan dari Pajak Pertambahan Nilai (PPN) karena hewan kurban adalah hewan ternak. Hal ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 5/PMK.010/2015 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 267/PMK.010/2015 tentang Kriteria dan/atau Rincian Ternak, Bahan Pakan untuk Pembuatan Pakan Ternak dan Pakan Ikan yang atas Impor dan/atau Penyerahannya Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai. Ternak yang dimaksud dalam ketentuan ini di antaranya, sapi, kerbau, kambing/domba, dan ternak lainnya.

Selain itu, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) melalui akun Instagram @ditjenpajakri telah menjelaskan secara singkat tentang hewan kurban bebas PPN. Dalam penjelasannya di Instagram, atas impor dan/penyerahan hewan ternak seperti sapi, kerbau, kambing, domba, dan ternak lainnya diberikan fasilitas PPN Dibebaskan. Syaratnya, yaitu dalam kondisi sehat, memiliki organ dan kemampuan reproduksi yang baik, berumur 2 s.d. 4 tahun, dan bebas dari segala cacat genetik maupun fisik. Persyaratan ini dibuktikan dengan sertifikat. Jika impor, hewan ternak dibuktikan dengan sertifikat kesehatan hewan yang diterbitkan oleh otoritas veteriner negara asal impor dan sertifikat ternak yang diterbitkan oleh pejabat berwenang di negara asal impor. Sedangkan hewan ternak dalam negeri dibuktikan oleh veteriner dari otoritas veteriner di kabupaten/kota atau provinsi asal hewan ternak berada. Untuk transaksi penyerahan atau impor Barang Kena Pajak (BKP) atau Jasa Kena Pajak (JKP) yang dibebaskan dari pengenaan PPN menggunakan kode faktur 08.

Setengah jam kami duduk sambil diskusi dan menunggu makan siang bersama dengan daging kurban. Kurban kali ini asupan gizinya ada dua, daging sapi dan obrolan yang “daging”. Obrolan “daging” adalah obrolan yang sifatnya sangat berbobot dan berfaedah.

 

*) Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.

Konten yang terdapat pada halaman ini dapat disalin dan digunakan kembali untuk keperluan nonkomersial. Namun, kami berharap pengguna untuk mencantumkan sumber dari konten yang digunakan dengan cara menautkan kembali ke halaman asli. Semoga membantu.