Oleh: Abdul Rahman Rosyid, pegawai Direktorat Jenderal Pajak

Siapa yang tak kenal dengan Mobile Legend Bang Bang (MLBB)? Sebuah permainan yang telah diunduh oleh lebih dari 500 juta pengguna di seluruh dunia serta menjadi game terlaris di Google Playstore selama 2 tahun berturut-turut. Tidaklah berlebihan jika kita menyebutnya permainan paling digemari oleh pengguna ponsel pintar di Indonesia. Namun apakah permainan ini merupakan permainan biasa? Tentu tidak!

Ternyata MLBB telah diakui Indonesia menjadi salah satu cabang olahraga otak yang setara dengan catur dan bridge. MLBB diakui secara resmi sebagai cabang olahraga pada saat penyelenggaraan Piala Presiden Esports 2019 yang hingga saat ini menjadi kejuaraan rutin dan diselenggarakan tiap tahunnya.

MLBB sebagai cabang olahraga membuat para pemain porfesional atau biasa dikenal dengan pro player diakui sebagai atlet karena mereka menekuni MLBB sebagai lahan untuk berkompetisi.

Hal ini sesuai dengan Pasal 1 Ayat (6) dan (7) Undang-undang (UU) Nomor 3 tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional. Di sana atlet didefinisikan sebagai seseorang yang gemar berolahraga dalam rangka mengembangkan potensi jasmani, rohani, dan sosialnya, dengan mengikuti pelatihan secara teratur, dan turut mengikuti kegiatan kejuaraan dengan penuh dedikasi untuk dapat mencapai prestasi.

Pengakuan status pro player MLBB sebagai atlet juga membawa dampak perlakuan perpajakan. Aspek perpajakan ini muncul dari berbagai saluran pendapatan yang diterima oleh seorang pro player selama ia berkarya. Mau tahu apa saja aspek perpajakan yang dikenakan kepada pro player? Mari kita bahas satu per satu.

Pro Player sebagai Karyawan.

Seorang pro player akan terikat oleh suatu hubungan kerja dalam bentuk kontrak ketika ia bergabung dengan suatu klub. Klub tersebut nantinya akan memberikan gaji yang diterima rutin setiap bulannya kepada pro player. Dari sudut pandang ini, pro player dianggap sebagai karyawan yang menerima penghasilan secara rutin dari pemberi kerja.

Mengacu pada Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (PPh) s.t.d.d UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), maka tarif pajak yang dikenakan sesuai dengan Pasal 17 UU PPh.

Besaran tarif PPH berdasarkan Pasal 17 UU PPh ialah sebagai berikut:

  • 5% bagi penghasilan sebesar 0 – Rp60.000.000,00 setahun
  • 15% bagi penghasilan sebesar Rp60.000.001,00 – Rp250.000.000,00 setahun
  • 25% bagi penghasilan sebesar Rp250.000.001,00 – Rp500.000.000,00 setahun
  • 30% bagi penghasilan sebesar Rp500.000.001,00 – Rp5.000.000.000,00 setahun
  • 35% bagi penghasilan lebih besar dari Rp5.000.000.000,00 setahun

Pro Player sebagai Pekerjaan Bebas

Dalam kacamata perpajakan, pekerjaan bebas memiliki arti pekerjaan yang dilakukan oleh orang pribadi yang memiliki keahlian khusus sebagai salah satu usaha untuk memperoleh penghasilan yang tidak terikat suatu hubungan kerja.

Menilik pengertian tersebut, pendapatan yang diterima oleh seorang pro player di luar gaji yang ia terima dari klub, seperti pendapatan AdSense yang didapat dari kanal Youtube dan pendapatan donasi yang didapat saat melakukan live streaming dianggap sebagai pendapatan sebagai pekerjaan bebas.

Perlakuan perpajakan pekerjaan bebas seorang atlet yang muncul menjadi menarik akibat dari Peraturan Direktur Jenderal (Perdirjen) Pajak Nomor PER-16/PJ/2016 yang menyebutkan bahwa olahragawan atau atlet merupakan penerima penghasilan yang dipotong Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26.

Artinya pro player sebagai atlet tidak diperkenankan menghitung PPh berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 tahun 2018 dengan tarif 0,5% dari omzet, meskipun penghasilan yang dicapai belum menyentuh angka Rp4,8 miliar.

Pro player harus menghitung pajaknya menggunakan tarif progresif Pasal 17 UU PPh dengan 50% dari penghasilan bruto sebagai Dasar Pengenaan Pajak (DPP). Sebagai catatan, pro player dapat menggunakan Norma Perhitungan Penghasilan Neto untuk menghitung penghasilan kena pajaknya dengan mengajukan pemberitahuan ke Kantor Pelayanan Pajak tempat ia terdaftar.

Penghasilan atas Hadiah Kompetisi

Seseorang baru diakui sebagai pro player apabila ia terus berkompetisi pada kejuaraan yang serius serta bergengsi. Hadiah berupa penghargaan akan diberikan jika ia dapat keluar sebagai pemenang dalam sebuah kejuaraan. Hadiah tersebut tentu diakui sebagai penghasilan yang memiliki aspek perpajakan. 

Apabila hadiah tersebut diberikan oleh pihak swasta, maka perlakuan perpajakannya ialah dengan menerapkan tarif progresif Pasal 17 UU PPh dengan jumlah hadiah yang dianggap penghasilan bruto sebagai DPP.

Hal unik yang menjadi perhatian ialah perbedaan aspek perpajakan yang muncul jika penyelenggara kompetisi merupakan pemerintah, seperti dalam ajang Piala Presiden Esports 2022 yang baru saja menyelesaikan rangkaian acara grand final pada 13 November 2022.

Mengacu pada UU Nomor 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional, dijelaskan bahwa setiap pelaku, organisasi olahraga, lembaga pemerintah atau swasta, ataupun seseorang yang berprestasi atau berjasa dalam memajukan olaharga akan diberikan sebuah penghargaan.

Penghargaan yang dimaksud dalam UU Sistem Keolahragaan Nasional, yaitu pemberian kemudahan, asuransi, beasiswa, pekerjaan, kenaikan pangkat luar biasa, tanda kehormatan, kewarganegaraan, warga-kehormatan, jaminan hari tua, kesejahteraan, atau dalam bentuk penghargaan lainnya yang memberikan manfaat bagi pihak yang menerima penghargaan.

Berdasarkan PER-16/PJ/2016, salah satu penghasilan yang pajaknya ditanggung pemerintah ialah penerimaan dalam bentuk apapun yang diberikan oleh pihak pemerintah. Dengan demikian, kita bisa memastikan bahwa hadiah yang diberikan pemerintah merupakan objek pajak yang ditanggung pemerintah, sehingga hadiah tersebut dikecualikan dari pemotongan pajak.

Pajak atas Penghasilan Klub MLBB

Berbicara mengenai pro player pastinya tidak akan lepas dari pembahasan tentang klub tempat para pro player bergabung, seperti RRQ, Bigetron, Evos, Alter Ego, serta berbagai klub lainnya.

Klub sebagai entitas yang memiliki aktivitas ekonomi untuk mendapatkan penghasilan pasti mempunyai aspek perpajakan yang perlu dipertimbangkan. Penghasilan klub secara umum bersumber dari penjualan pemain, penjualan cendera mata, donasi dari sponsor, dan sebagainya.

Pemajakan atas penghasilan yang diterima oleh klub secara umum memiliki sudut pandang yang sama dengan wajib pajak badan lainnya. Dengan asumsi bahwa klub papan atas sekelas RRQ, Bigetron, Evos dan Alter Ego memiliki peredaran bruto melebihi Rp4,8 miliar, maka klub tidak diperkenankan menghitung PPh berdasar dengan penghitungan tarif pada PP Nomor 23 tahun 2018.

Oleh karena itu, klub-klub tersebut harus melaksanakan kewajiban berdasarkan ketentuan umum perpajakan, seperti melakukan pembukuan, memotong pajak atas gaji karyawannya, membayarkan pajak atas penghasilan yang diterima, melakukan pemungutan PPN saat menjual cendera mata, dan lain sebagainya.

Aspek unik lainnya akan muncul saat klub melakukan transfer pemain antar klub, karena klub seharusnya membukukan pemain sebagai aset yang memiliki masa manfaat lebih dari setahun. Oleh karenanya akan muncul PPN atas transfer pemain tersebut. Namun harus diingat bahwa ‘aset’ ini tidak boleh disusutkan, karena seorang pro player memiliki potensi untuk meningkatkan nilainya sebagai aset di masa depan.

Menilik penjelasan di atas, kita bisa menyimpulkan bahwa MLBB tidak lagi dapat dianggap sebagai permainan yang sekadar menghabiskan waktu. Lebih dari itu, MLBB merupakan cabang olahraga yang dapat ditekuni secara profesional untuk berkontribusi pada negara, baik dengan cara mengharumkan nama bangsa melalui berbagai kejuaraan maupun melalui sumbangsihnya terhadap penerimaan negara.

Semoga berbagai jenis esports akan menjadi nafas segar bagi kawula muda untuk memberikan usaha terbaiknya bagi bangsa.

*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.