Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Barat (Jakbar) menggugurkan permohonan praperadilan yang diajukan oleh pemohon TFC yang merupakan istri LKH, tersangka broker faktur pajak fiktif, melalui putusan PN Jakbar dengan nomor perkara 2/Pid.Pra/2021/PN.Jkt.Brt di Jakarta (Senin, 29/3).
Dalam permohonannya, pemohon TFC menggugat Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Direktorat Penegakan Hukum Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Pemohon TFC menyatakan bahwa penetapan tersangka dan penahanan atas LKH tidak memenuhi syarat formal dan material sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Dalam proses persidangan, sebagai termohon, PPNS Direktorat Penegakan Hukum DJP menjelaskan bahwa persidangan pokok perkara atas nama LKH telah berjalan dengan nomor perkara 212/Pid.Sus/2021/PN.Jkt.Brt. Di samping itu, menerangkan bahwa proses pemeriksaan bukti permulaan, penyidikan dan penetapan tersangka yang dilakukan oleh PPNS Direktorat Penegakan Hukum DJP terhadap diri LKH (suami pemohon) telah dilaksanakan sesuai dengan prosedur dan kewenangan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Selain itu, penetapan LKH sebagai tersangka juga telah didukung dengan minimal dua alat bukti yang sah dan disertai pemeriksaan calon tersangka.
Sebelum memberikan putusan, selain mendengarkan tanggapan dan melihat bukti-bukti yang disampaikan oleh termohon, hakim juga menyampaikan beberapa pertimbangan hukum mengenai ruang lingkup praperadilan sesuai Pasal 82 ayat (1) huruf d KUHAP, Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 102/PUU-XIII/2015, dan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2016. Peraturan-peraturan tersebut menyebutkan bahwa permohonan praperadilan harus dinyatakan gugur dalam hal sidang pokok perkara telah dimulai. Berdasarkan hal tersebut, hakim menyatakan bahwa permohonan praperadilan yang diajukan oleh pemohon gugur. Dengan gugurnya permohonan praperadilan yang diajukan, proses penegakan hukum pajak atas LKH terus dilanjutkan.
Dalam perkara ini, LKH diduga menjadi perantara atau broker dalam penerbitan faktur pajak yang tidak berdasarkan transaksi yang sebenarnya atau faktur pajak fiktif sejak tahun 2011 hingga 2013. Akibat perbuatan LKH, negara dirugikan sebesar Rp3,24 miliar.
Perbuatan LKH tersebut disangkakan Pasal 39A jo. Pasal 43 ayat (1) Undang-Undang (UU) Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. LKH dapat dijatuhi hukuman pidana penjara paling singkat dua tahun dan paling lama enam tahun serta denda paling sedikit dua kali dan paling banyak empat kali dari jumlah pajak yang seharusnya dibayar.
DJP terus melaksanakan upaya penegakan hukum yang kolaboratif, berintegritas, dan adil sesuai dengan prosedur dan kewenangan yang diberikan dalam peraturan perundang-undangan.
- 95 kali dilihat