Pengertian dokter berdasarkan peraturan perpajakan tidak ada, namun dalam ( Kamus Besar Bahasa Indonesia), dokter adalah lulusan pendidikan kedokteran yang ahli dalam hal penyakit dan pengobatannya. Sedangkan, dalam Wikipedia Bahasa Indonesia Dokter (dari bahasa Latin yang berarti “guru”) adalah seseorang yang karena keilmuannya berusaha menyembuhkan orang-orang yang sakit. Tidak semua orang yang menyembuhkan penyakit bisa disebut dokter. Untuk menjadi dokter biasanya diperlukan pendidikan dan pelatihan khusus dan mempunyai gelar dalam bidang kedokteran.

Di Indonesia, gelar dokter (dr.) diberikan setelah melalui setidaknya 3-3,5 tahun proses pembelajaran dan 1,5–2 tahun praktik klinis ko-asistensi di rumah sakit. Setelah setidaknya lima tahun menempuh pendidikan kedokteran, seorang mahasiswa kedokteran diwajibkan mengikuti ujian kompetensi. Saat ini uji kompetensi ini disebut sebagai “Uji Kompetensi Mahasiswa Program Profesi Dokter” (UKMPPD) untuk dokter umum, dan "Uji Kompetensi Dokter Gigi Indonesia" (UKDGI) untuk dokter gigi umum. Jika lulus ujian tersebut, mereka dapat mengucapkan Sumpah Hipokrates dan mendapatkan gelar dokter (dr.) atau dokter gigi (drg.). Kemudian, sesuai dengan UU Pendidikan Kedokteran, mereka perlu mengikuti program magang selama setahun di Puskesmas dan rumah sakit dasar untuk berpraktik sebagai dokter magang di bawah pengawasan dokter senior.

Dokter yang ingin melanjutkan program spesialisasi dapat mengambil program pascasarjana kedokteran. Program spesialisasi ini mengharuskan dokter mengikuti program residensi yang mengharuskan dokter menempuh studi dan magang di rumah sakit serta ujian negara di akhir semester residensi. Setelah mengikuti setiap proses tersebut, dokter akan diberi gelar "Spesialis ..." di belakang nama mereka (misalnya: Sp.A untuk gelar dokter spesialis anak).

  1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan  sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang (selanjutnya disebut UU KUP)
  2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan  sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang (selanjutnya disebut UU PPh)
  3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang Dan Jasa Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah  sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang (selanjutnya disebut UU PPN)
  4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No­mor 55 Tahun 2022 tentang Penyesuaian Pengaturan di Bidang Pajak Penghasilan
  5. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 147/PMK.03/2017 tentang Tata Cara Pendaftaran Wajib Pajak dan Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak serta Pengukuhan dan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak
  6. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 68/PMK.03/2010 Tentang Batasan Pengusaha Kecil PPN sebagaimana telah diubah dengan Peratur­an Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 197/PMK.03/2017
  7. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 243/PMK.03/2014 Tentang Surat Pemberitahuan (SPT) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Pera­turan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 18/PMK.03/2021 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja di Bidang Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, serta Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
  8. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 252/PMK.03/2008 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan Pajak atas Penghasilan Sehu­bungan Dengan Pekerjaan, Jasa, Dan Kegiatan Orang Pribadi
  9. Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-16/PJ/2016 Tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemoton­gan, Penyetoran Dan Pelaporan Pajak Penghas­ilan Pasal 21 Dan/Atau Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa, Dan Kegiatan Orang Pribadi
  10. Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-17/PJ/2015 Tentang Norma Penghitungan Penghasilan Neto
  11. Peraturan Dirjen Pajak Nomor Per-1/PJ/2023 tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 23 atas Penghasilan Royalti yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak Orang Pribadi yang Menerapkan Penghitungan Pajak Penghasilan Menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto

Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun. Penghasilan Dokter dapat berupa :

  1. Penghasilan sehubungan dengan pekerjaan bebas 

Praktik dokter di rumah sakit atau klinik (atas penghasilan berupa jasa dokter yang dibayar oleh pasien melalui rumah sakit atau klinik tersebut), Dokter Tetap, Dokter Tamu, Dokter yang menyewa ruangan di rumah sakit sebagai tempat praktiknya, Praktik dokter sendiri (membuka klinik pribadi) dengan biaya sendiri, atau Pekerjaan bebas lainnya selain dari praktik dokter di rumah sakit/ klinik seperti menjadi pembicara / narasumber seminar dan sejenisnya.

  1. Penghasilan dari usaha

Penghasilan dari jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas dan di luar profesi  sebagai dokter, misalnya  penghasilan dari usaha rumah makan, apotik dan lain-lain. 

  1. Penghasilan sehubungan dengan pekerjaan

Penghasilan yang diterima oleh dokter yang bekerja pada pemberi kerja sebagai pegawai tetap berdasarkan perjanjian atau kesepakatan kerja baik secara tertulis maupun tidak tertulis, untuk melaksanakan suatu pekerjaan dalam jabatan atau kegiatan tertentu dengan memperoleh imbalan yang dibayarkan berdasarkan periode tertentu, penyelesaian pekerjaan, atau ketentuan lain yang ditetapkan pemberi kerja misalnya pegawai tetap di rumah sakit, universitas (dosen), atau perusahaan. Serta dokter yang menerima atau memperoleh penghasilan dalam jumlah tertentu secara teratur sebagai anggota dewan komisaris dan anggota dewan pengawas serta direksi yang secara teratur terus menerus ikut mengelola kegiatan perusahaan secara langsung seperti menjadi pengurus, dewan direksi atau pimpinan rumah sakit atau klinik.

  1. Penghasilan dalam negeri lainnya yang bersifat tidak final 

Dokter menerima penghasilan dalam negeri lainnya seperti : bunga, royalty, sewa ataupun keuntungan dari penjualan dan/atau pengalihan harta lainnya (capital gain), sewa harta selain tanah dan/atau bangunan, hadiah atau imbalan lain yang diterima dari produsen obat-obatan dan alat kesehatan atas promosi yang dilakukan dll.

  1. Penghasilan dari luar negeri

Penghasilan yang diterima berasal dari luar negeri atas penghasilan dari usaha dan/atau usaha lainnya atau dividen yang dibayarkan atau diperoleh dari luar negeri, tidak termasuk kerugian yang diderita di luar negeri. Misalnya honor sebagai dokter di luar negeri, dividen dari luar negeri, royalty, bunga dan lain lain.

  1. Penghasilan yang bukan merupakan objek pajak

Penghasilan yang diterima tidak termasuk objek pajak antara lain hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, warisan, dividen yang diterima orang pribadi dari dalam negeri sepanjang diinvestasikan di wilayah NKRI dalam jangka waktu tertentu, dan bagian laba yang diterima anggota persekutuan komanditer yang tidak terbagi atas saham. 

  1. Penghasilan yang dikenakan PPh yang bersifat final

Penghasilan yang diterima telah dikenakan PPh yang bersifat final, antara lain bunga tabungan atau deposito, penjualan saham di bursa efek, dividen, sewa tanah dan/ atau bangunan, penghasilan yang diterima atas pengalihan hak atas tanah dan/ atau bangunan, dan PPh Final atas hadiah undian. 

Pada dasarnya seorang dokter mempunyai hak dan kewajiban perpajakan yang sama dengan Wajib Pajak yang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Hak-hak dimaksud antara lain:

  1. Wajib Pajak berhak mendapatkan pelayanan yang baik dalam memenuhi ketentuan perpajakan
  2. Wajib pajak mempunyai hak untuk mengajukan permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak atau pengembalian atas pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang
  3. Dalam hal dilakukan pemeriksaan Wajib Pajak berhak antara lain:
    1. meminta kepada Pemeriksa untuk memberikan Surat Pemberitahuan Pemeriksaan atau Surat Panggilan Dalam Rangka Pemeriksaan Kantor
    2. meminta kepada Pemeriksa untuk menunjukkan Surat Perintah Pemeriksaan
    3. melihat tanda pengenal Pemeriksa
    4. mendapat penjelasan mengenai maksud dan tujuan pemeriksaan
    5. meminta rincian atau penjelasan terkait perbedaan antara temuan hasil pe­meriksaan dengan SPT
    6. menerima Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan
    7. hadir dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan dalam batas waktu yang diten­tukan
    8. mengajukan permohonan untuk dilakukan pembahasan dengan Tim Quality Assurance
  4. Hak untuk mengajukan pembetulan atas SPT
  5. Hak untuk mengungkapkan ketidakbenaran perbuatan apabila sedang dilakukan pemeriksaan bukti permulaan, sepanjang mulainya penyidikan belum disampaikan kepada Penuntut Umum melalui Penyidik Pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia
  6. Hak untuk mengungkapkan ketidakbenaran pengisian SPT walaupun sedang dilakukan pemeriksaan, sepanjang pemeriksa belum menyampaikan surat pemberitahuan hasil pemeriksaan
  7. Hak untuk mengajukan pembetulan, keberatan, banding dan peninjauan kembali
  8. Hak untuk mengajukan permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi
  9. Hak untuk mengajukan permohonan pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak yang tidak benar
  10. Hak untuk mengajukan permohonan pengurangan atau pembatalan Surat Tagihan Pajak yang tidak benar
  11. Hak untuk mengajukan pembatalan pemeriksaan pajak atau surat ketetapan pajak dari hasil pemeriksaan yang dilaksanakan tanpa melalui penyampaian surat pemberitahuan hasil pemeriksaan atau tanpa pembahasan akhir hasil pemeriksaan.
  12. Hak untuk membayar atau melunasi kerugian pada pendapatan negara dalam tahap penyidikan maupun persidangan apabila Wajib Pajak sedang dilakukan tindakan penyidikan atau persidangan atas tindak pidana perpajakan.
  13. Hak kerahasiaan bagi Wajib Pajak yaitu:
    1. SPT, laporan keuangan dan dokumen lainn­ya yang dilaporkan oleh Wajib Pajak
    2. Data dari pihak ketiga yang bersifat rahasia
    3. Dokumen atau rahasia Wajib Pajak lainnya sesuai ketentuan Wajib Pajak yang berlaku
  14. Hak untuk mengajukan permohonan penundaan pembayaran pajak
  15. Hak untuk mengajukan permohonan pengangsuran pembayaran pajak
  16. Hak untuk mengajukan permohonan penundaan pelaporan SPT Tahunan
  17. Hak untuk mengajukan permohonan pengurangan PPh Pasal 25
  18. Hak untuk mengajukan permohonan pengurangan PBB
  19. Hak untuk diberikan pembebasan pajak, sesuai ketentuan yang berlaku
  20. Hak untuk mengajukan permohonan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak
  21. Hak untuk mendapat pajak ditanggung pemerin­tah, sesuai ketentuan yang berlaku
  22. Hak untuk mendapatkan insentif pajak

Kewajiban perpajakan seorang desainer pada dasarnya sama dengan Wajib Pajak yang lain yaitu:

  1. Mendaftarkan diri sebagai Wajib Pajak dan kepadanya diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak
  2. Kewajiban pembayaran, pemotongan/pemungutan dan pelaporan pajak:
    1. melakukan pembayaran PPh Pasal 25
    2. melakukan pemotongan atas PPh Pasal 21 apabila memiliki karyawan.
    3. melakukan  pemotongan atas PPh Pasal 4 ayat 2 apabila desainer sebagai penyewa den­gan pemilik tempat adalah Orang Pribadi serta ditunjuk sebagai pemotong.
    4. menyampaikan Surat Pemberitahun SPT PPh.
    5. Dokter sebagai Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan usaha atau pekerjaan bebas diwajib­kan untuk melakukan pembukuan, tetapi apabila Dokter memiliki peredaran bruto dibawah Rp 4,8 milyar maka diperbolehkan untuk memilih menggunakan pencatatan.
    6. menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa PPh Pasal 21 apabila ditunjuk sebagai pemotong PPh Pasal 21.
  1. Dalam hal Wajib Pajak hanya bekerja sebagai dokter dengan status pegawai tetap di rumah sakit/ klinik dan tidak memperoleh penghasilan dari pasien serta telah dipotong PPh Pasal 21, maka penghasilan neto adalah penghasilan dari pekerjaan seperti  gaji, honorarium, dikurangi dengan biaya jabatan, iuran Jaminan Hari Tua, dsb.;
  2. Dalam hal Dokter melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan menyelenggarakan pembukuan, penghasilan neto ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, termasuk:
    1. biaya atau pengeluaran yang mempunyai hubungan langsung maupun tidak langsung; dan 
    2. biaya atau pengeluaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf b sampai dengan huruf n Undang-undang PPh
  3. Dalam hal Dokter memiliki penghasilan bruto dari kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dalam 1 (satu) tahun tidak lebih dari Rp4.800.000.000,00 (empat milyar delapan ratus juta rupiah) maka dapat memilih menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN) dalam menghitung penghasilan neto dengan syarat: 
      1. wajib melakukan pencatatan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor PMK-54/PMK.03/2021 dan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-4/PJ/2009
      2. wajib memberitahukan mengenai penggunaan NPPN kepada Direktur Jenderal ajak paling lama 3 (tiga) bulan sejak awal Tahun Pajak yang bersangkutan
      3. besarnya NPPN bagi desainer adalah berdasarkan PER17/PJ/2015

dokter

KASUS I

1

Nama

Dokter Ibrahim SpOG 

2

Alamat

Jalan Kalibiru No. 50 Jakarta 

3

Jabatan

PNS Golongan III/d pada RSU Fatmawati 

4

Status/Tanggung 

Kawin/2 Anak

5

NPWP

01.234.567.8-035.000 

6

Masa Kerja

Januari-Desember 2022

 

Data dan keterangan:

  1. Dokter Ibrahim menyetor angsuran PPh Pasal 25 bulan Januari sampai dengan Februari 2022 sebesar Rp 1.000.000,00/ bulan dan untuk bulan Maret sampai Desember 2022 sebesar Rp 2.000.000,00/ bulan.
  2. Dokter Ibrahim mendapatkan gaji dan tunjangan per bulan sebagai PNS  Rumah Sakit Umum Fatmawati sebesar Rp 15.000.000,00 dan telah dilakukan pemotongan PPh Pasal 21 sebagai berikut:

A

Gaji dan Tunjangan setahun (15.000.000 x 12)

180.000.000

B

Biaya Jabatan (5%, max 500.000 per bulan)

6.000.000

C

Penghasilan Neto

174.000.000

D

Penghasilan Tidak Kena Pajak:

Diri Wajib Pajak              54.000.000

Kawin                                4.500.000

Tanggungan 2 anak           9.000.000

 

 

 

 

 

67.500.000

E

Penghasilan Kena Pajak

106.500.000

F

PPh 21 Terutang

5% X 60.000.000 = 3.000.000

15% X 46.500.000=6.975.000

 

 

9.975.000

G

PPh 21 dipotong PT A (bukti 1721 A2)

9.975.000

  1. Dokter Ibrahim memberikan jasa medis pada Poli Kandungan di RSU Fatmawati dengan penghasilan bruto dan pemotongan PPh Pasal 21 sebagai berikut: 

Bulan

Jasa Medis

Dasar Pemotongan PPh 21

Dasar Pemotongan PPh 21 Kumulatif

Tarif Psl 17 (1) huruf a UU PPh

PPh Pasal 21 terutang

(3) x (5)

(1)

(2)

(3)=50% x (2)

(4)

(5)

(6)

Januari

11.500.000 

5.750.000

          5.750.000

5%

287.500

Februari

10.500.000 

          5.250.000

        11.000.000

5%

262.500

Maret

12.500.000 

          6.250.000

        17.250.000

5%

312.500

April

10.000.000 

           5.000.000

        22.250.000

5%

250.000

Mei

11.500.000 

          5.750.000

        28.000.000

5%

287.500

Juni

 11.000.000 

          5.500.000

        33.500.000

5%

275.000

Juli

 12.500.000 

          6.250.000

        39.750.000

5%

312.500

Agustus

 11.500.000 

          5.750.000

        45.500.000

5%

287.500

September

 11.000.000 

           5.500.000

         51.000.000

5%

275.000

Oktober

 10.000.000 

           5.000.000

        56.000.000

5%

250.000

November

 12.500.000 

          4.000.000

        60.000.000

5%

200.000

 

 

           2.250.000

62.250.000

15%

337.500

Desember

  13.000.000 

           6.500.000

        68.750.000

15%

975.000

Jumlah

137.500.000

68.750.000

 

 

4.312.500

  1. Dokter Ibrahim juga membuka tempat praktik sendiri dengan membuka klinik Kandungan dimana dia memberikan jasa medis (didalamnya termasuk pemberian obat kepada Pasien yang tidak terpisah tagihannya) dengan pencatatan omset setiap bulan sebagai berikut:

Bulan

Praktik di Klinik

Januari

34.500.000

Februari

 31.500.000

Maret

37.500.000

April

 30.000.000

Mei

 34.500.000

Juni

 33.000.000

Juli

 37.500.000

Agustus

 34.500.000

September

 33.000.000

Oktober

 30.000.000

November

37.500.000

Desember

39.000.000

Jumlah

412.500.000

  1. Pada bulan Maret 2022 Dokter Ibrahim menerima honorarium atau imbalan yang bersumber dari APBN/ APBD sebagai Narasumber dalam kegiatan seminar di beberapa Puskemas yang dana kegiatan tersebut bersumber dari APBD sebesar Rp. 50.000.000 dan telah dipotong PPh final sebesar Rp2.500.000,00 (5% x 50.000.000)
  2. Dokter Ibrahim telah menyampaikan pemberitahuan penggunaan norma ke KPP tempat terdaftar pada tanggal  28 Maret 2022 dan berdasarkan pencatatannya diketahui bahwa peredaran bruto selama tahun 2021 kurang dari 4.800.000.000,00, sehingga memenuhi syarat untuk menghitung penghasilan neto atas pekerjaan bebasnya menggunakan norma (besarnya norma untuk profesi dokter yang melakukan pekerjaan bebas di wilayah Jakarta erdasarkan PER-17/ PJ/2015 adalah 50%).
  3. Istri dari Dokter Ibrahim  tidak bekerja.

PERHITUNGAN PPH TERUTANG TAHUN PAJAK 2022

Penghasilan yang tidak bersifat final:

Penghasilan Neto dari Usaha ata Pekerjaan Bebas

 

 

 

Praktek di RSU Fatmawati

(Norma 50%)*) 

50% x 137.500.000

68.750.000

 

Praktek di klinik pribadi

(Norma 50%)*)

50%  x  412.500.000 

206.250.000

 

Jumlah

 

 

275.000.000  

*) Norma Penghitungan Penghasilan Neto untuk pekerjaan bebas bidang  profesi dokter wilayah Jakarta (PER-17/PJ./2015)

 

 

 

Penghasilan dari Pekerjaan

 

 

 

PNS pada RSU Fatmawati 

 

 

174.000.000

Penghasilan neto lainnya  

 

 

 0

Jumlah Penghasilan Neto

 

 

449.000.000

Dikurangi:

 

 

 

Zakat  

 

 

 0

Kompensasi Kerugian  

 

 

 0

Penghasilan Tidak Kena Pajak (K/2)

 

 

 

Wajib Pajak Sendiri  

 

  54.000.000

 

Tambahan untuk Wajib Pajak Kawin

 

4.500.000 

 

Tambahan untuk 2 orang tanggungan

 

9.000.000

 

Jumlah PTKP 

 

 

  (67.500.000)

Penghasilan Kena Pajak

 

 

 381.500.000

6. PPh Terutang

 

 

 

a.  5% x  60.000.000

 

3.000.000

 

b. 15% x 190.000.000

 

28.500.000

 

c. 25% x 131.500.000

 

32.875.000

 

 

 

 

64.375.000

Kredit Pajak

 

 

 

PPh dipotong/ dipungut

 

 

 

BukPot. 1721-A2 dari RSU Fatmawati

 

9.975.000

 

BukPot. PPh dari praktik di RSU Fatmawati 

 

   4.312.500 

 

Jumlah kredit pajak yang dipotong/dipungut

 

14.287.500

 

 

 

 

 

PPh yang dibayar sendiri

 

 

 

Angsuran PPh Pasal 25

 

22.000.000

 

Jumlah kredit pajak 

 

 

 (36.287.500) 

PPh yang kurang dibayar/PPh PAsal 29 

 

 

 28.087.500

 

ANGSURAN PPH PASAL 25 UNTUK TAHUN PAJAK 2023

1. Penghasilan Neto

 

 

Jumlah penghasilan neto

 

449.000.000

Penghasilan Neto tidak teratur

 

 

Jumlah Penghasilan Neto tidak teratur 

 

Penghasilan Neto teratur 

 

449.000.000 

2. Zakat 

 

 

3. Kompensasi Kerugian 

 

 

4Penghasilan Tidak Kena Pajak (K/2)

 

 

Wajib Pajak Sendiri 

54.000.000 

 

Tambahan untuk Wajib Pajak Kawin

4.500.000

 

Tambahan untuk 2 orang tanggungan

9.000.000

 

Jumlah PTKP

 

 (67.500.000)

5. Penghasilan Kena Pajak

 

 381.500.000

6. PPh Terutang

 

 

a.  5% x            60.000.000

3.000.000

 

b. 15% x         190.000.000

28.500.000

 

c. 25% x         131.500.000

32.875.000

 

 

 

 64.375.000

PPh yang dipotong/dipungut pihak lain:

 

 

1) BukPot. 1721-A2 dari RSU Fatmawati

 9.975.000

 

2) BukPot. PPh dari praktik di RSU Fatmawati

 4.312.500

 

Jumlah

 

14.287.500

PPh yang harus dibayar sendiri

 

50.087.500

Angsuran PPh Pasal 25 Tahun Pajak 2023: 1/12 x 50.087.500

 

4.173.958 

Penghasilan atas Honorarium Sebagai Narasumber dari dana APBN/APBD dikenakan final telah dipotong PPh Final oleh Bendahara Pemerintah yang membayarkan Honorarium dengan tarif 5% dari jumlah Bruto Honorarium bagi PNS Golongan III berdasarkan Pasal 4(2) Peraturan Pemerintah nomor 80 tahun 2010. 

Tags