Oleh: (J.S.A. Putra), pegawai Direktorat Jenderal Pajak

 

UNESCO sebagai lembaga khusus perserikatan bangsa-bangsa yang berkecimpung di bidang pendidikan, keilmuan dan kebudayaan, menetapkan sebuah budaya yang berasal dari Sulawesi Selatan sebagai Intangible Cultural Heritage (ICH). Art of Boatbuilding atau Budaya Pembuatan Perahu Pinisi ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda pada tahun 2017 silam. Lokasi budaya ini terletak di Desa Tanah Beru, Kecamatan Bira, Kabupaten Bulukumba yang berjarak kurang lebih 4 (empat) jam perjalanan darat dari Ibukota Provinsi Sulawesi Selatan, Makassar. Di kancah internasional, Perahu Pinisi telah dikenal sebagai lambang dari kerajinan perahu layar. Pengetahuan dan skill dalam pembuatan Perahu Pinisi telah diturunkan oleh pengrajin perahu dari generasi ke generasi. Pembuatan Perahu Pinisi melibatkan puluhan sampai ratusan pekerja yang bekerja sama agar Perahu Pinisi berhasil dibangun serta dapat digunakan untuk mengarungi lautan.

Pembuatan Perahu Pinisi dilakukan dengan penuh ketelitian, kerapian, dan presisi dengan bahan baku yang berkualitas tinggi serta dikerjakan oleh para ahli. Para ahli pengrajin Perahu Pinisi disebut dengan Panrinta Lopi. Panrita berarti pengrajin atau ahli dan Lopi berarti perahu. Inilah mengapa Kabupaten Bulukumba dijuluki dengan bumi Panrita Lopi, karena merupakan tempat para pengrajin perahu dalam berkarya menghasilkan karya seni yang telah diakui dikancah internasional. Dalam pembangunan perahu pinisi juga dikenal istilah Sawi yang berarti pengawas dari para pengrajin serta dikenal pula istilah Sambalu yang berarti pelanggan. Panrita Lopi serta Sawi bekerja keras dan bekerja sama untuk memenuhi pesanan dari Sambalu.

Hal yang tidak kalah menarik, setelah pembangunan perahu rampung dan perahu bersiap untuk berlayar, terdapat tradisi “peresmian” yang disebut dengan Tradisi Anyorrong Lopi. Anyorrong berarti mendorong, sehingga tradisi ini dilakukan dengan bersama-sama mendorong perahu dari pantai yang menjadi tempat perahu dibangun menuju lautan lepas. Tradisi ini melibatkan pejabat daerah, pemuka adat, pengrajin perahu serta masyarakat setempat yang ikut mendorong perahu ke lautan lepas.

Dari tradisi pembuatan Perahu Pinisi sampai kepada tradisi Anyorrong Lopi mengandung makna yang sejalan dengan kehidupan berbangsa dan bernegara kita. Nilai kerja sama dan saling menopang sangatlah kuat dalam pelaksanaan tradisi ini. Nilai ini juga terkandung dalam kehidupan kita sebagai bangsa yang besar, khususnya dalam keuangan negara yang sebagian besar ditopang dari penerimaan perpajakan. Dalam tradisi Anyorrong Lopi, negara kita diibaratkan sebagai sebuah perahu yang akan mengarungi lautan menuju suatu tujuan berbangsa dan bernegara, sedangkan para pendorong perahu diibaratkan sebagai wajib pajak yang berkontribusi dan bersama-sama bergotong-royong “mendorong” bangsa ini sehingga siap untuk mengarungi perjalanannya. Dari analogi ini dapat disimpulkan seberapa besar peran wajib pajak dan peran penerimaan pajak untuk negara.

Wajib pajak yang menjalankan peran “Anyorrong” atau mendorong adalah peran yang begitu krusial dalam perjalanan bangsa ini. Untuk itu pelayanan perpajakan kepada wajib pajak pun terus mengalami peningkatan khususnya melalui Reformasi Perpajakan yang secara bertahap dijalankan oleh Direktorat Jenderal Pajak. Peningkatan pelayanan ini mencakup pemadanan NPWP-NIK yang memberi kemudahan bagi wajib pajak dalam proses layanan administrasi perpajakan, layanan perizinan dan perbankan serta pemberian layanan publik lainnya. Selain itu peningkatan pelayanan juga dilakukan melalui Tax Account Management (TAM) yaitu aplikasi berbasis web yang mengintegrasikan layanan perpajakan dalam satu portal yang semakin memudahkan wajib pajak dalam mengakses layanan perpajakan.

Dari sisi penerimaan pajak, yang berperan sangat signifikan dalam “mengarungi” perjalanan bangsa ini menuju kemakmuran bersama, pajak telah menjadi tonggak utama keuangan negara yang berkontribusi lebih dari 70% untuk APBN dan terus menunjukkan pertumbuhan yang baik dari tahun ke tahun. Pada masa pandemi Covid-19, penerimaan pajak telah terbukti sebagai sumber pembiayaan negara yang tetap kuat dalam menghadapi masa ‘suram” perekonomian dunia. Dalam masa pandemi, selain untuk menjaga roda perekonomian, pajak pun hadir dalam membantu wajib pajak dalam bentuk insentif pajak. Pasca pandemic, penerimaan pajak pun semakin kuat dalam mendukung pembangunan. Penerimaan pajak terus meningkat dari tahun ke tahun dan tercapai memenuhi target berturut-turut mulai tahun 2021 yang mencapai Rp1.278,63 triliun atau 104% dari target, tahun 2022 yang mencapai Rp1.716,77 tiliun atau 115,6% dari target dan tahun 2023 yang mencapai Rp1.869,2 triliun atau 108,8% dari target.

Perjalanan bangsa ini dalam “mengarungi” berbagai tantangan untuk keberlangsungannya sangatlah bergantung dari peran para wajib pajak yang merupakan tonggak dalam penerimaan negara. Wajib pajak dalam melaksanakan kewajibannya telah menunjukkan kontribusi dalam membangun bangsa ini dan “mendorong” bangsa ini ke arah yang lebih baik. Dengan semangat sebagaimana dalam tradisi Anyorong Lopi, menjadi hal yang sangat mungkin untuk mewujudkan Pajak Indonesia yang Semakin Berarti (PINISI) dalam kehidupan berbangsa. Dengan semangat yang sama dan terus dipertahankan, Indonesia semakin siap dalam “mengarungi” perjalanan ke arah tujuan berbangsa dan bernegara yaitu kemakmuran bersama.

 

 

*)Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.

Konten yang terdapat pada halaman ini dapat disalin dan digunakan kembali untuk keperluan nonkomersial. Namun, kami berharap pengguna untuk mencantumkan sumber dari konten yang digunakan dengan cara menautkan kembali ke halaman asli. Semoga membantu.