Oleh: Aptri Oktaviyoni, pegawai Direktorat Jenderal Pajak

 

Hattrick Luar Biasa !

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mengukir prestasi emas di lembaran baru sejarah Indonesia. Selama tiga tahun berturut-turut yaitu tahun 2021 hingga 2023 DJP berhasil memenuhi bahkan melampaui target penerimaan pajak yang diamanahkan pemerintah.

Berdasarkan data statistik Kementerian Keuangan per 31 Desember 2023, penerimaan pajak Indonesia tahun 2023 mencapai Rp1.869,23 triliun, tumbuh signifikan 8,9 persen dibandingkan realisasi tahun 2022 yang sebesar Rp1.716,77 triliun. Angka ini menginterpretasikan bahwa penerimaan pajak setara dengan 108,8 persen dari target Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) tahun 2023 atau 102,8 persen dari target Perpres Nomor 75 Tahun 2023 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 130 Tahun 2022 tentang Rincian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2023 (Perpres 75/2023).

Sepanjang 2023, penerimaan pajak terutama bersumber dari pajak penghasilan (PPh) non migas yakni Rp993,0 triliun atau sebesar 101,5 persen dari target, tumbuh 7,9 persen. Berikutnya penerimaan pajak bersumber dari pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan barang mewah (PPN & PPnBM) yang mencapai Rp764,3 triliun atau 104,7 persen dari target, tumbuh 11,2 persen. Kemudian pajak bumi dan bangunan (PBB) serta pajak lainnya menyumbang Rp43,1 triliun atau 114,4 persen dari target, tumbuh 39,2 persen. Namun berbeda untuk penerimaan pajak yang bersumber dari PPh migas yang mengalami penurunan dengan membukukan Rp 68,8 triliun dengan realisasi 96% dari target dikarenakan penurunan harga komoditas migas.

Dalam lima tahun terakhir (2019-2023), tingkat kepatuhan warga negara Indonesia dalam membayar pajak cenderung mengalami peningkatan. Berdasarkan data statistik Kementerian Keuangan mencatat pertumbuhan pembayaran pajak dari tahun 2019 hingga 2023 yang cenderung mengalami peningkatan.

Pada tahun 2019 pembayaran pajak tercatat sebesar Rp1.332,67 triliun dengan pertumbuhan sebesar 1,5 persen. Namun tahun 2020 pembayaran pajak mengalami penurunan menjadi Rp1.072,11 triliun dengan penurunan pertumbuhan sebesar 19,6 persen karena dampak dari pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19). Namun demikian, pembayaran pajak kembali ke zona positif tahun 2021 dengan penerimaan pajak sebesar Rp1.278,63 triliun dengan pertumbuhan sebesar 19,3 persen serta tumbuh tinggi di tahun 2022 dengan penerimaan pajak sebesar Rp1.716,77 triliun dengan pertumbuhan sebesar 34,3 persen. Dan penerimaan pajak di tahun pajak terakhir (2023) sebesar Rp1.869,23 triliun dengan pertumbuhan sebesar 8,9 persen.

Faktor Pemengaruh

Pertumbuhan penerimaan pajak adalah peningkatan penerimaan pajak suatu tahun pajak dari penerimaan pajak tahun pajak sebelumnya. Di tengah ketidakpastian geopolitik, tidak terulangnya Program Pengungkapan Sukarela (PPS), perkiraan inflasi suku bunga tinggi, disrupsi rantai pasok, serta terkoreksinya harga komiditas utama, penerimaan pajak tahun 2023 tetap tumbuh dari tahun 2022.

Kementerian Keuangan menyebutkan momentum tercapainya penerimaan pajak tahun 2023 yang tumbuh signifikan bukan saja karena didukung oleh kondisi ekonomi domestik yang kuat namun karena komitmen DJP dalam melakukan berbagai upaya untuk pencapaian penerimaan pajak.

Pertama kalinya DJP melakukan pembentukan komite kepatuhan yang mampu menajamkan langkah-langkah peningkatan kepatuhan wajib pajak. DJP juga melakukan pengawasan atas berbagai kebijakan perluasan basis pemajakan terutama basis ekonomi digital. Di antaranya yaitu pengawasan pasca PPS dan pengawasan atas Perdagangan Melalui Sistem Sistem Elektronik (PMSE) dan fintech

DJP bukan saja memungut dan mengumpulkan pajak namun juga memberikan insentif dan perbaikan pelayanan. Optimalisasi penerimaan pajak tahun 2023 disertai dengan peningkatan pelayanan kepada wajib pajak untuk mendukung perekonomian. Berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak nomor PER-5/PJ/2023, pemerintah memberikan layanan percepatan proses penyelesaian pengembalian kelebihan pembayaran pajak (restitusi) Surat Pemberitahuan (SPT) Pajak Penghasilan Orang Pribadi Lebih Bayar dengan jumlah lebih bayar paling banyak Rp100 juta dalam 15 hari kerja.

Di tahun 2023 pemerintah juga menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan nomor 116 tahun 2023 tentang pemberian insentif PPN Ditanggung Pemerintah (DTP) atas pembelian kendaraan bermotor listrik. Begitu juga pemberian insentif PPN DTP atas pembelian rumah berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan nomor 120 tahun 2023.

Dalam buku yang berjudul Era Baru Hubungan Otoritas Pajak dengan Wajib Pajak, Darussalam, et. al. (2019) menyatakan bahwa secara teoritis maupun empiris, pada umumnya terdapat lima faktor yang mempengaruhi perilaku wajib pajak dalam menunjang tingkat kepatuhan pembayaran pajak. Pertama, upaya pencegahan (deterrence), misalnya intensitas pemeriksaan pajak, risiko terdeteksi, serta tingkat sanksi yang dikenakan. Hal ini berangkat dari konsep bahwa risiko terdeteksi maupun sanksi dapat mengubah perilaku wajib pajak. Kedua, norma atau nilai yang berlaku, baik norma yang dipegang oleh pribadi maupun norma sosial. Ketiga, kesempatan, baik untuk patuh (terkait dengan biaya kepatuhan yang rendah, maupun aturan yang sederhana dan tidak kompleks) atau tidak patuh (terkait dengan kesempatan untuk menggelapkan pajak). Keempat, keadilan (fairness) yang terkait dengan hasil ataupun prosedur, serta kepercayaan baik terhadap pemerintah (otoritas pajak) maupun terhadap wajib pajak lainnya. Kelima, faktor ekonomi, yang mencakup segala faktor yang berhubungan dengan kondisi ekonomi secara umum, kondisi usaha ataupun industri, serta nilai pajak yang harus dibayar.

Dari lima faktor tersebut disimpulkan bahwa terdapat dua motivasi yang mendasari kepatuhan wajib pajak yang dilihat dari sifatnya yaitu adanya pihak yang memaksa dan sifat sukarela wajib pajak sendiri. Namun kedua hal ini sama-sama memberikan korelasi yang berbanding lurus dengan kepatuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak. Walaupun begitu Kementerian Keuangan tetap menyadari bahwa segala informasi, kejadian, dan perbincangan di media massa atas isu-isu pajak tetap harus ditanggapi dan tindaklanjuti agar kepercayaan publik kepada pemerintah tetap terpelihara sehingga kepatuhan Wajib Pajak atas kewajiban perpajakannya tetap terjaga. 

Di saat yang bersamaan, bukan saja penerimaan pajak secara nasional yang tercapai dan tumbuh positif, penerimaan APBN tahun 2023 juga tercapai lebih cepat dari target yang diestimasikan.  “Ahead the Curve”, kata yang menggambarkan perimaan APBN tahun 2023 yang dapat melindungi masyarakat dan menjaga stabilitas perekonomian Indonesia serta menyehatkan kondisi APBN itu sendiri.

Berdasarkan data statistik Kementerian Keuangan per 31 Desember 2023, penerimaan APBN Indonesia tahun 2023 mencapai Rp2,774,3 triliun, setara dengan 112,6 persen dari target Undang-Undang APBN tahun 2023 atau 105,2 persen dari target Perpres 75/2023. Lebih teperinci, ia bersumber dari penerimaan pajak sebesar Rp1.869,2 triliun, penerimaan kepabeanan dan cukai sebesar Rp286,2 triliun, serta penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sebesar Rp605,9 triliun.

APBN terserap secara optimal untuk mendukung aktivitas ekonomi dan melindungi daya beli masyarakat. Realisasi belanja negara sebesar Rp3.121,9 triliun dialokasikan untuk belanja pemerintah pusat sebesar Rp2.240,6 triliun dan transfer ke daerah sebesar Rp881,2 triliun. Angka ini setara dengan 102 persen dari target Undang-Undang APBN tahun 2023 atau 100,2 persen dari target Perpres 75/2023.

Belanja negara dimanfaatkan untuk mendukung berbagai program prioritas nasional yaitu untuk perlindungan sosial sebesar Rp443,4 triliun, bidang kesehatan sebesar Rp183,2 triliun, bidang pendidikan sebesar Rp503,8 triliun, ketahanan pangan sebesar Rp 112,7 triliun, infrastruktur sebesar Rp455,8 triliun, realisasi subsidi sebesar Rp269,6 triliun, pemilihan umum sebesar Rp29,9 triliun, ibu kota negara sebesar Rp26,7 triliun, serta pebangunan jalan daerah sebesar Rp14,5 triliun.

Dana APBN juga dialokasikan untuk pembiayaan anggaran sebesar Rp359,5 triliun, setara dengan 60,1 persen dari target Undang-Undang APBN tahun 2023 atau 74,9 persen dari target Perpres nomor 75 tahun 2023. Pembiayaan anggaran diutamakan untuk pembiayaan utang negara sebesar Rp407,0 triliun.

Diharapkan kinerja penerimaan pajak yang telah mengalami pemulihan yang kuat setelah mengalami penurunan karena pandemi covid-19 dapat terus berlanjut di tahun-tahun berikutnya Begitu juga dengan sumber penerimaan APBN lainnya sehingga tetap menjadi motor pengerak pertumbuhan ekonomi dan kemajuan bangsa Indonesia.

 

*) Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.

Konten yang terdapat pada halaman ini dapat disalin dan digunakan kembali untuk keperluan nonkomersial. Namun, kami berharap pengguna untuk mencantumkan sumber dari konten yang digunakan dengan cara menautkan kembali ke halaman asli. Semoga membantu.