Oleh: Dinni Syalsabila Safira, pegawai Direktorat Jenderal Pajak

 

Di tengah perkembangan zaman yang serba digital dan teknologi yang semakin canggih ini, siapa pun dengan mudah bisa berkarya dan berkreasi. Tidak sedikit juga yang menyulap ide kreatifnya menjadi sumber penghasilan. Siapa saja bisa meraup rupiah meski hanya bermodal gawai atau smartphone dan internet. Sepertinya sudah tidak asing lagi bagi kita mendengar istilah afiliator dan membaca atau mendengar kalimat seperti berikut ini:

“Jangan lupa cek keranjang kuningnya ya, Kak.”
Link produk ada di bio!”
Link-nya nanti aku share di description box.

Yups kalimat-kalimat tersebut adalah kalimat yang diucapkan para content creator atau Influencer yang bergabung dalam pasar afiliasi. Mempunyai passive income, tidak memerlukan modal besar dan bisa bekerja kapan pun dan di mana pun membuat beberapa orang tertarik menekuni bisnis di pasar afiliasi ini. Sebenarnya apa sih afiliator itu?

Afiliator berasal dari kata afiliasi. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), afiliasi adalah bentuk kerja sama antara dua pihak. Afiliator merupakan istilah yang kerap digunakan dalam dunia bisnis dan pemasaran. Sebagai profesi yang tergolong pekerjaan bebas, hari dan jam kerja pun tidak terikat oleh apa pun. Fungsi mereka adalah untuk mempromosikan dan memasarkan produk penjual kepada pembeli melalui media sosial mereka seperti TikTok, Instagram, X (dulu Twitter), YouTube, dan sebagainya. Mereka biasanya membagikannya melalui tautan afiliasi (affiliate link). Kebanyakan dari mereka membuat video singkat dan menarik konsumen untuk membeli produk yang ditawarkan.

Afiliator akan mendapatkan komisi apabila berhasil membuat produk maupun jasa yang dipromosikan terjual melalui tautan tersebut. Namun ada juga jenis affiliate marketing yang menerima komisi ketika seseorang mengeklik tautan afiliasi mereka dan menuju ke situs merchant. Meskipun tidak ada pembelian yang dilakukan, afiliator masih tetap menerima komisi untuk setiap klik yang dihasilkan. Persentase komisi berbeda-beda tergantung kebijakan yang telah ditetapkan oleh online marketplace.

Selain itu ada pula batasan penghasilan maksimum terhadap persentase komisi yang akan diperoleh afiliator, misalnya komisi 2% maksimal Rp10.000. Semakin banyak produk yang terjual melalui tautan afiliasi yang disebarkan atau semakin banyak kunjungan situs yang dihasilkan, maka semakin besar pula komisi yang dipanen. Keuntungan dari sisi online marketplace, semakin banyak kunjungan dari situs web maka akan memberikan peluang peningkatan penjualan. Menggunakan sistem ini dapat membangun pengenalan merek melalui iklan dari mulut ke mulut dan memperoleh umpan balik pelanggan mengenai produk baru dengan cepat.

Lalu bagaimana kewajiban perpajakannya? Apa yang harus dilakukan agar menjadi afiliator yang taat pajak?

  1. Memiliki atau mendaftarkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
     

Hal pertama yang harus dilakukan adalah memastikan apakah kita sudah memiliki NPWP atau belum. Setiap wajib pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif wajib mendaftarkan diri untuk diberikan NPWP.

Adapun pengertian syarat subjektif dan objektif sesuai penjelasan Pasal 2 Undang-Undang KUP yaitu:

Persyaratan subjektif adalah persyaratan yang sesuai dengan ketentuan mengenai subjek pajak dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan 1984 dan perubahannya. Beberapa syarat subjek pajak antara lain:

Orang Pribadi, baik WNI maupun WNA yang memenuhi kriteria seperti bertempat tinggal di Indonesia, berada di Indonesia > 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan atau berniat tinggal di Indonesia setelah dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia.

Persyaratan objektif adalah persyaratan bagi subjek pajak yang menerima dan memperoleh penghasilan atau diwajibkan untuk melakukan pemotongan/ pemungutan sesuai Undang-Undang Pajak Penghasilan 1984 dan perubahannya.

NPWP lebih lanjut diatur dalam Pasal 2 Peraturan Menteri Keuangan 112/PMK.03/2022 tentang Nomor Pokok Wajib Pajak bagi Wajib Pajak Orang Pribadi, Wajib Pajak Badan, dan Wajib Pajak Instansi Pemerintah, sebagaimana diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 136 Tahun 2023. Beleid tersebut menerangkan bahwa terhitung sejak 14 Juli 2022 lalu, wajib pajak orang pribadi menggunakan Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai NPWP. Sementara itu, wajib pajak orang pribadi bukan penduduk, wajib pajak badan, dan wajib pajak instansi pemerintah menggunakan NPWP dengan format 16 digit.

Wajib pajak orang pribadi yang merupakan penduduk akan diberikan NPWP oleh Direktur Jenderal Pajak dengan cara mengaktivasi NIK berdasarkan permohonan pendaftaran wajib pajak atau secara jabatan. Kemudian, NPWP dengan format 15 digit wajib pajak orang pribadi yang merupakan penduduk (atau NPWP lama) hanya berlaku hingga 30 Juni 2024. Namun, untuk transisi dan kesiapan sistem informasi dan perpajakan pihak lain, penggunaan NPWP 15 digit saat ini masih dimungkinkan.

Beberapa online marketplace mengharuskan afiliator untuk mengisi NPWP saat mendaftar affiliate program yang nantinya dipergunakan untuk memenuhi kewajiban perpajakan yang timbul akibat kegiatan dalam pasar afiliasi. Perlu diingat, saat mendaftar NPWP secara online pada laman ereg.pajak.go.id, wajib pajak perlu memilih Klasifikasi Lapangan Usaha (KLU). Jika dilihat dari profesinya, KLU yang cocok atau paling mendekati untuk seorang afiliator adalah perdagangan eceran atas dasar balas jasa (fee) atau kontrak dengan nomor KLU 47920. Hal tersebut karena sub-golongan ini mencakup pedagang perantara seperti agen komisi perdagangan eceran. Komisi tersebut diterima oleh pedagang eceran lainnya yang memperdagangkan barang-barang di dalam negeri atas nama pihak lain.

Jadi, bagi kawan pajak yang berminat atau sudah menjadi afiliator dan ingin mendaftar NPWP, jangan sampai salah pilih KLU yaa.
 

  1. Mengenali dan Memahami Pengenaan Pajak atas Komisi Afiliator
     

Afiliator perlu memedomani Pasal 5 huruf e Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-16/PJ/2016 tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi. Imbalan kepada bukan pegawai, antara lain berupa honorarium, komisi, fee, dan imbalan sejenisnya dengan nama dan dalam bentuk apapun sebagai imbalan sehubungan jasa yang dilakukan merupakan penghasilan yang harus dipotong PPh Pasal 21/26.

Perlu diingat, penghasilan dari skema affiliate bagi afiliator ini termasuk ke dalam penghasilan dari pekerjaan bebas sehingga untuk perhitungan pajaknya adalah penghasilan bersih dikurangi dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP), lalu dikalikan dengan tarif progresif sesuai dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Besaran PTKP setiap orang berbeda-beda tergantung status perkawinan dan jumlah tanggungan keluarga wajib pajak. Apabila penghasilan masih kurang dari PTKP, maka wajib pajak tidak perlu membayar pajak.

Dalam Pasal 17 ayat (1) UU HPP : Tarif pajak yang diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak bagi wajib pajak orang pribadi dalam negeri sebagai berikut :

  1. sampai dengan Rp60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah), tarif pajak: 5%
  2. di atas Rp60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah) sampai dengan Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah), tarif pajak: 15%
  3. di atas Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) sampai dengan Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah), tarif pajak: 25%
  4. di atas Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) sampai dengan Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah), tarif pajak: 30%
  5. di atas Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah), tarif pajak: 35%

Perlu diketahui juga, bagi penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 yang tidak memiliki NPWP, dikenakan pemotongan PPh Pasal 21 dengan tarif lebih tinggi 20% daripada tarif yang ditetapkan terhadap wajib pajak yang memiliki NPWP. Tentu saja hal ini menjadi keuntungan bagi afiliator yang sudah memiliki NPWP.

Dalam hal ini, PPh Pasal 21/26 akan dikenakan langsung pada total komisi yang diterima oleh afiliator. Sebagai pihak yang melakukan pembayaran komisi kepada afiliator, online marketplace sebagai pemotong pajak bertanggung jawab melakukan pemotongan, penyetoran, dan pelaporan PPh Pasal 21/26 yang diterima oleh afiliator setiap bulan dari affiliate program di pasar afiliasi. Selain itu, online marketplace juga wajib membuat bukti potong PPh Pasal 21/26 yang nantinya akan disampaikan kepada afiliator. Bukti potong ini digunakan oleh afiliator sebagai bukti bahwa atas penghasilan yang diterimanya telah dipotong PPh Pasal 21/26. Afiliator juga dapat mengunduh laporan komisi dari aplikasi affiliate marketing yang digunakan dan dapat digunakan menjadi dasar dalam pengisian penghasilan saat pelaporan SPT Tahunan.

  1. Lapor SPT Tahunan Tepat Waktu
     

Setelah memiliki NPWP, wajib pajak harus mengetahui kewajiban perpajakannya. Salah satu kewajiban utama wajib pajak adalah kewajiban melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan yang wajib dilaporkan maksimal tanggal 31 Maret tahun berikutnya. Kewajiban pelaporan SPT Tahunan ini dilakukan setiap tahun selama NPWP masih berstatus aktif. Sehingga untuk penghasilan yang sudah didapatkan selama tahun 2024 ini wajib dilaporkan antara tanggal 1 Januari 2025 sampai dengan tanggal 31 Maret 2025. Selama NPWP masih aktif, kewajiban pelaporan tetap harus dilakukan. Jika kewajiban ini tidak dilakukan maka wajib pajak berpotensi mendapatkan surat teguran dan dikenakan denda sebesar Rp100.000 untuk wajib pajak orang pribadi. Apabila dikemudian hari wajib pajak tidak lagi berpenghasilan atau penghasilan yang diterima kurang dari PTKP, maka wajib pajak dapat mengajukan permohonan Non Efektif (NE) dan dapat diaktifkan kembali jika dibutuhkan kembali dikemudian hari.

Kawan Pajak yang mau jadi afiliator atau sudah mulai menekuni bisnis afiliasi ini, jangan lupa daftar NPWP dan penuhi kewajiban perpajakannya ya.

 

*) Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.

Konten yang terdapat pada halaman ini dapat disalin dan digunakan kembali untuk keperluan nonkomersial. Namun, kami berharap pengguna untuk mencantumkan sumber dari konten yang digunakan dengan cara menautkan kembali ke halaman asli. Semoga membantu.